Aku dan istri memang sedang membutuhkan seorang pembantu untuk
mengurus segala aktifitas rumah tangga yang terbengkalai karena kami berdua
sama-sama sibuk cari nafkah di luar rumah.
‘Dari Cisompet, Bu ‘ kata pembantu baru itu kepada istriku ketika
ditanya asalnya dari mana.
‘Cisompet ? Daerah mana tuh ‘
‘Itu Bu ‘ Garut terus ka kidul .. jauh ‘. Dekat perkebunan teh ‘
jelasnya lagi dengan wajah memerah karena malu-malu kali.
Wajah yang biasa saja seperti wajah gadis desa lainnya, tapi Tini
ini punya kelebihan, kulitnya kuning langsat dan bersih, badannya sedikit agak
gemuk.
‘Pameumpeuk, maksud kamu ‘ kataku nimbrung, ingat daerah pantai
selatan Garut, yang ada tempat peluncuran roket itu.
‘Sebelumnya Pak. Tempat saya daerah pegunungan, kebun teh.
Pameumpeuk mah cakeut pisan ka laut ‘
‘Berapa umur kamu ‘
‘Bulan depan 21 tahun, Bu ‘
‘Udah berkeluarga ? ‘
‘Sudah Bu, tapi sekarang udah cerai ‘
‘Punya anak ? ‘
‘Satu Bu, laki2, umur 2 tahun ‘
‘Dimana anaknya sekarang ? ‘
‘Di kampung, ikut neneknya ‘
‘Udah pernah kerja sebelumnya ? ‘ tanya isteriku lagi.
‘Pernah dua kali Bu ‘.
‘Kerja di mana ? ‘
‘Di Jakarta ‘
‘Pembantu juga, trus pindah ke Swasta hanya sebulan
‘Sebagai apa di swasta ‘
‘Biasa Bu, buruh ‘
Singkatnya, setelah ‘wawancara rekrutmen ‘ itu akhirnya isteriku
menerima Tini sebagai
pembantu rumah tangga kami yang baru. Sebenarnya, ‘interview’ yang
dilakukan oleh isteriku kurang mendalam, setidaknya menurut text-book yang
pernah kubaca. Tapi biarlah, toh hanya PRT dan kami memang sangat
membutuhkannya. Di hari pertama Tini bekerja, isteriku terpaksa ambil cuti
sehari untuk ‘memberi petunjuk ‘ kepada pembantu baru ini.
Pembaca yang baik, dari sejak diterimanya Tini sebagai pembantu
rumah tangga kami inilah kisah nyataku berawal. Cerita ini memang sungguh2 saya
alami sekitar setahun yang lalu. Setelah aku dapat kiriman URL address Samzara
lewat seorang mail-mate dan aku membaca cerita2 serunya, aku terdorong untuk
ikut berkisah tentang pengalamanku nyataku ini, walaupun aku sebenarnya bukan
penulis.
Kami suami isteri memang sama-sama bekerja sebagai karyawan, tapi
beda perusahaan. Anak kami orang. Si sulung, laki2, baru sebulan ini mulai
kuliah dan kost di Jatinangor. Walaupun kami juga tinggal di Bandung, tapi
untuk menghemat waktu dan biaya transport dia kost di dekat kampusnya. Nomor
dua perempuan, SMU swasta kelas dua, masuk siang, dan si Bungsu lelaki, masih
SLTP negeri masuk pagi.
Walapun aku terkadang ‘jajan‘ kalau keadaan darurat, sebenarnya
aku tak tertarik kepada Tini. Selain karena dia pembantu, juga karena isteriku
masih mantap dan mampu memuaskanku dalam banyak hal, termasuk seks. Kenapa
masih suka jajan? Ya .. karena dalam keadaan darurat itu. Tapi sekepepet
gimanapun aku engga akan ‘makan ‘ pembantu. Tak baik. Lagipula Tini, yang
menarik darinya sebagai wanita, hanya kulit tubuhnya yang langsat dan bersih.
Demikian juga setelah Tini sebulan kerja di rumahku. Sampai suatu
saat, aku mulai lebih sering memperhatikannya karena peristiwa yang akan
kuceritakan ini.
Waktu itu aku tak masuk kantor sebab badanku tak enak. Seluruh
badan pegal2, mulai dari punggung, pinggang sampai kedua kaki. Mungkin ini cuma
flu atau masuk angin, aku tak perlu ke dokter. Tapi karena pegal2 tadi aku
memutuskan untuk istirahat di rumah saja. Tiduran saja sambil membaca.
‘Oh, maaf Pak‘ Saya kira Bapak ke kantor ‘ seru Tini kaget.
Dia masuk ke kamarku untuk membersihkan seperti biasanya. Tini
langsung menutup pintu kembali dan keluar.
‘Engga apa2 bersihin aja ‘
‘Bapak sakit?‘ tanyanya
‘Engga ‘. Cuman pegel2 badan, kayanya masuk angin ‘
Tini mulai menyapu, kemudian mengepel. Ketika dia
membungkuk-bungkuk ngepel lantai itulah aku ‘terpaksa‘ melihat belahan dadanya
dari leher T-shirt nya. Kesan pertama : bulat dan putih. Wah ‘pemandangan
menarik juga nih, pikirku. Tak ada salahnya kan menikmati pemandangan ini.
Bentuk buah dada itu semakin jelas ketika Tini mengepel lantai dekat tempat tidur.
Belahan dada itu menyiratkan ‘kebulatan‘ dan mantapnya ukuran bukit-bukit
disampingnya. Dan lagi, putihnya ampuun.
Walaupun aku mulai terrangsang menikmati guncangan sepasang ‘bola’
kembar besar itu, aku segera menghilangkan pikiran-pikiran yang mulai menggoda.
Ingat, dia pembantu rumah tangga kamu.
‘Kalo masuk angin, mau dikerokin Pak?‘
Pertanyaan yang biasa sebenarnya, apalagi ekspresi wajahnya wajar,
polos, dan memang ingin membantu. Tini ternyata rajin bekerja, isteriku senang
karena dia tak perlu banyak perintah sudah bisa jalan sendiri. Jadi kalau dia
bertanya seperti itu memang dia ingin membantuku. Tapi aku sempat kaget atas
tawarannya itu, sebab lagi asyik memperhatikan belahan putihnya.
‘Kerokin? Bapak engga biasa kerokan. Punggung pegal2 begini sih
biasanya dipijit‘
Memang aku suka memanggil Mang Oyo, tukang pijat, tapi dia sedang
ada panggilan ke Cimahi. Besok lusa baru tukang pijit langgananku itu janji mau
dateng.
‘Oo .. tukang pijit yang ditelepon Ibu tadi ya‘ sahutnya.
Tini rupanya memperhatikan isteriku menelepon.
‘Dia kan baru dateng 2 hari lagi‘ lanjutnya sambil terus mengepel.
Tini memang suka ngobrol. Tak apalah sekali2 ngobrol ama pembantu,
asal masih bisa menikmati guncangan bukit kembarnya. Aku tak menjawab. Kini ada
lagi ‘temuanku’. Meski Tini agak gemuk, tapi badannya berbentuk. Maksudku
shaping line-nya dari atas lebar, turun ke pinggang menyempit, terus turun lagi
ke pinggul melebar. Seandainya tubuh Tini ini bisa di ‘re-engineering‘, dibentuk kembali, tingginya
ditambah sekitar 5 cm tapi tidak perlu tambahan
‘bahan baku ‘, jadilah tubuh ideal.
‘Entar kalo kerjaan saya udah beres, Bapak mau saya pijitin?‘
‘Hah’ Berani bener dia menawari majikan lakinya untuk dipijit?
Tapi kulihat wajahnya serius dan masih tetap polos.
Jelas tak ada maksud lain selain memang ingin membantu majikannya.
‘Emang kamu bisa ? ‘
‘Saya pernah kursus memijat, Pak ‘
‘Boleh‘ hanya itu jawabanku.
Sebenarnya aku ingin tanya lebih jauh tentang kursusnya itu, tapi
dia telah menyelesaikan pekerjaannya dan terus keluar kamar. Tinggal aku yang
menimbang-nimbang. Aku memang senang dipijit, baik oleh Mang Oyo apalagi oleh
wanita muda. Tapi gimana kalau isteriku tahu aku dipijit oleh Tini, aku belum
tahu reaksinya. Terima sajalah tawarannya ini, toh aku nanti bisa pesan sama
dia untuk tak bilang ke isteriku.
‘Dipijat sekarang, Pak?‘ tawarnya ketika ia membawa minuman yang
kuminta.
Kulihat baru jam 12 siang.
‘Kerjaan kamu udah beres ? ‘
‘Belum sih, mau seterika tapi jemuran belum kering ‘
Aku juga ingin sekarang, tapi anakku yang sekolah siang belum
berangkat. Tak enak kalau dia tahu bapaknya dipijat oleh pembantu wanita muda.
‘Entar aja. Sekitar jam 2′
Pertimbanganku, pada jam itu anak kedua sudah ke sekolah, si Bungsu
sudah pulang sekolah dan main keluar rumah seperti biasanya, dan masih cukup
waktu sebelum isteriku pulang kantor pada pukul 5 sore.
Sekitar pukul 2 lewat seperempat, Tini mengetuk pintu kamarku.
‘Masuk‘ Tini nongol di pintu.
‘Bapak ada henbodi?‘ Maksudnya tentu hand-body lotion.
‘Cari aja disitu ‘ kataku sambil menunjuk meja rias isteriku. Aku
membalikkan tubuh, telungkup, siap dipijat.
‘Lepas aja kaosnya Pak, biar engga kena henbodi ‘
Celaka! Ketika aku melepas kaos, aku baru sadar bahwa aku dari
pagi belum mandi dan masih mengenakan ‘pakaian tidur‘ kebiasaanku : T-shirt dan
singlet untuk atasnya, dan hanya sarung sebagai penutup tubuh bawahku. Pakaian
‘kebesaran‘ ini memang kesukaanku, sebab memudahkan kalau sewaktu- waktu aku
ingin meniduri isteriku. Akupun menuntut isteriku untuk berpakaian tidur khusus
pula : gaun agak tipis model tank-top dan mini, tanpa apa-apa lagi di dalamnya!
Jadi kalau aku akan berhubungan seks aku perlu stimulasi lebih
dulu, maklum sudah belasan tahun aku menikah. Stimulasi yang paling aku senangi
dan bisa membuat penisku keras adalah oral. Isteriku tinggal menyingkap sarung
dan melahap isinya. Dan setelah kami siap tempur, aku tak perlu direpotkan oleh
pakaian isteriku. Aku tinggal ‘menembak‘ setelah menindih tubuhnya, sebab
biasanya baju tidur pendeknya itu akan tersingkap dengan sendirinya ketika aku
menindih dan menggeser-geserkan tubuhku‘
Tini memang pintar memijat. Dengan hand-body lotion dia mengurut
tubuhku mulai dari pinggang sampai punggung begitu enak kurasakan. Dia tahu
persis susunan otot2 di punggung. Sepertinya dia sudah pengalaman memijat.
‘Kamu pernah kursus pijat di mana?‘ tanyaku membuka percakapan.
‘Ehhmm ‘ di… di panti pijat Pak ‘
‘Ha. Kamu pernah kerja di panti pijat ? ‘
‘Iiyyyaa ‘ Pak ‘ ‘
‘Kok engga bilang ‘
‘Takut engga diterima ama Ibu, Pak ‘
‘Dimana dan berapa lama ? ‘
‘Di panti pijat ———-, cuma sebulan kok. Tapi Bapak jangan bilang
ke Ibu ya‘
‘Iya deh, asal kamu mau cerita semua pengalaman kamu kerja di
panti pijat‘.
Untuk sementara aku menang, punya kartu as yang nanti akan berguna
kalau aku harus bilang ke Tini, jangan bilang ke Ibu ya‘
‘Sebelum kerja ‘kan ikut trening dulu seminggu Pak ‘
‘Oh iya ‘
‘Soalnya itu emang tempat pijat beneran‘
Aku tahu, panti pijat yang disebutnya itu terletak di Jakarta
Selatan dan memang panti pijat
’serius‘. Bukan seperti di Manggabesar misalnya,
semua panti pijat hanya kamuflase dari tempat pelayanan seks saja.
‘Trus kenapa kamu hanya sebulan, gajinya lumayan kan, dibanding
pembantu‘
‘Iya sih ‘cuman cape‘ Pak. Saya sehari paling tahan memijat 2
orang saja. ‘
‘Kerja memang cape ‘
‘Tapi tangan saya jadi pegel banget Pak. Sehari saya memijat 5 – 6
orang.
Penghasilan memang gede tapi biaya juga gede. Mendingan pembantu
aja, semua biaya ada yang nanggung, bisa nabung ‘
‘Kamu senang kerja di sini?‘
‘Saya kerasan Pak, semuanya baik sih‘
Memang aku mengajarkan kepada anak-anakku untuk bersikap baik
kepada pembantu.
‘Kamu mijit sekarang ini cape juga dong ‘
‘Engga dong Pak, kan cuma sekali2 ‘
‘Kalau Bapak minta tiap hari ? ‘
‘Engga baik Pak pijat setiap hari. Paling sering sekali seminggu ‘
Lalu hening lagi. Aku asyik menikmati pijatannya, masih di punggungku.
‘Punggungnya udah Pak. Kakinya mau ? ‘
‘Boleh‘
Kaki saja bolehlah, asal jangan ke atas, soalnya burungku sedang
tak ada kurungannya. Tini menyingkap sarungku sampai lutut, lalu mulai
memencet-mencet telapak kakiku.
‘Aturan kaki dulu Pak, baru ke atas ‘
‘Kenapa tadi engga begitu ? ‘
‘Kan Bapak tadi minta punggung ‘
Lalu naik ke betis, kemudian mengurutnya dari pergelangan kaki
sampai lutut, kaki kiri dulu baru yang kanan.
‘Apa aja yang diajarin waktu trening ? ‘
‘Pengetahuan tentang otot2 tubuh, cara memijat dan mengurut, terus
praktek memijat. Paling engga enak prakteknya ‘
‘Kenapa ? ‘
‘Mijitin para senior, engga dibayar ‘
Kedua kakiku sudah selesai dipijatnya. Tiba2 Tini menyingkap
sarungku lebih ke atas lagi dan mulai memijat paha belakangku (aku masih
telungkup). Nah, ketika mengurut pahaku sampai pangkalnya, burungku mulai
bereaksi, membesar.
Aku yakin Tini sudah tahu bahwa aku tak memakai CD. Meskipun
sarung masih menutupi pantatku, tapi dalam posisi begini, terbuka sampai
pangkal paha, paling tidak ‘biji ‘ku akan terlihat. Tapi Tini terlihat
wajar-wajar saja, masih terus mengurut, tak terlihat kaget atas kenakalanku.
Bahkan dia sekarang memencet-mencet pantatku yang terbuka.
‘Cuma itu pelajarannya?‘ tanyaku asal saja, untuk mengatasi
kakunya suasana.
Tapi aku mendapatkan jawaban yang mengejutkan.
‘Ada lagi sebetulnya, cuman ‘ malu ah bilangnya ‘
‘Bilang aja, kenapa musti malu ‘
‘Engga enak ah Pak ‘
‘Ya udah, kamu cerita aja pengalaman kamu selama kerja mijat ‘
‘Ahh ‘ itu malu juga‘
‘Heee‘. Udah‘ cerita apa aja yang kamu mau‘
‘Kan tamu macem2 orangnya. Ada yang baik, yang nakal, ada yang
kurang ajar ‘
‘Trus?‘
‘Kita diajarin cara mengatasi tamu yang ingin coba-coba ‘
‘Coba2 gimana? ‘
‘Coba itu ‘ ah .. Bapak tahu deh maksud saya ‘ ‘
‘Engga tahu ‘ kataku pura-pura
‘Itu ‘ tamu yang udah tinggi ‘. Emm ‘ nafsunya ‘ Wah menarik nih.
‘Gimana caranya ‘
‘Hmm‘ ah engga enak ah bilangnya‘ katanya sambil mengendurkan
otot2 pantatku dengan menekan dan mengguncangkan.
Punyaku makin terjepit.
‘Bilang aja ‘
‘Dikocok aja ‘
‘Ha ‘! ‘
‘Kalo udah keluar, kan tensinya langsung turun ‘
‘Kamu diajarin cara ngocoknya ? ‘
‘Sebenernya bukan itu aja sih Pak, tapi diajarin cara mengurut
‘itu’.
‘Wah .. kamu jadi pinter ngurut itu dong‘
Pantesan dia biasa2 saja melihat pria telanjang.
‘Buat apa itu diurut ‘ tanyaku lagi.
‘Biar jalan darahnya lancar ‘. ‘ Maksudnya peredaran darah.
‘Kalo lancar, trus ? ‘
‘Ya‘ biar sip, gitu. Ah Bapak ini kaya engga tahu aja. Sekarang
depannya mau Pak?‘
Mau sih mau, cuman malu dong ketahuan lagi tegang begini. Ketahuan
sama pembantu lagi. Apa boleh buat. Dengan acuhnya aku membalikkan badan. Jelas
banget yang tegang itu di balik sarungku. Punyaku memang besarnya sedang2 saja,
tapi panjang. Kulihat Tini melirik sekilas kepada punyaku itu, lalu mulai
mengurut kakiku. Ekspresinya tak berubah. Biasa saja. Dia memang udah biasa
melihat ‘perangkat’ lelaki.
‘Cerita lagi pengalaman kamu‘ kataku sambil menahan geli.
Tangan Tini sudah sampai di pahaku. Kedua belah telapak tangannya
membentuk lingkaran yang pas di pahaku, lalu digerakkan mulai dari atas lutut
sampai ke pangkal pahaku berulang-ulang. Terasa jelas beberapa kali jari2nya
menyentuh pelirku yang membuat penisku makin kencang tegangnya. Apalagi gerakan
mengurut pahaku itu membuatnya harus membungkuk sehingga aku bisa makin jelas
melihat belahan dadanya dan sebagian buah putihnya itu. Bahkan sampai guratan2
tipis kehijauan pembuluh darah pada buah dadanya nampak.
Aku harus berusaha keras menahan diri agar tak hilang kendali lalu
menggumuli wanita muda di depanku ini, menelanjanginya dan memasukkan penisku
yang sudah tegang ke lubang vaginanya. Walaupun udah high begini, aku tak akan
memberikan air maniku kedalam vagina pembantuku sendiri. Semacam pantanganlah. Lebih
baik sama isteri atau cari di luaran. Ada kawan kantor yang bersedia menerima
penisku memasuki tubuhnya, kapan saja aku butuh. Termasuk sedang mens, tentunya
dengan teknik oral kalo bulannya lagi datang.
‘Banyak susahnya dibanding senengnya, Pak ‘
‘Ah masa ‘
‘Iya. Makanya saya hanya tahan sebulan ‘
‘Gimana sih engga enaknya ‘
‘Banyak tamu yang dateng maunya ‘main’, bukan pijit.
Saya kan engga mau begituan. Lagian udah jelas di situ kan engga
boleh buat main ‘
‘Kalo tamunya ngotot minta ‘
‘Yaah .. dikocok aja, sambil ” ‘ Aku tunggu dia tak meneruskan
kalimatnya.
‘Sambil apa ‘
‘Kalo ada yang nekat, daripada bikin repot, saya kasih aja pegang2
tetek, tapi dari luar aja. Saya engga kasih buka kancing ‘
‘Pantesan kamu laris, ada bonusnya sih.. ‘
‘Engga semua tamu Pak, emangnya diobral. Hanya yang bandel aja.
Biasanya sih kalo mulai nakal pengin pegang2, trus saya tolak
terus, dia bisa ngerti. Kalo udah keluar ‘kan langsung surut nafsunya ‘
Paha kanan selesai diurut, kini pindah ke paha kiri. Mungkin
karena posisinya, kayanya kali ini pelirku lebih sering disentuh dan terusap.
Baru aku menyadari, lengan Tini ditumbuhi bulu-bulu halus. Aku makin tegang
saja, penisku sudah tegang maksimum, siap untuk digunakan. Tapi aku tetap
bertahan untuk tak lepas kontrol.
Tiba2 muncul ide nakalku. Dengan menggerakkan pinggul dan kaki,
aku diam2 menarik sarungku seolah-olah tak sengaja sehingga kini seluruh batang
kelaminku terbuka. Aku juga pura2 tak tahu. Tapi dasar ‘. Reaksi Tini tak
seperti yang kuduga. Dia hanya sekilas melihat kelaminku, lalu kembali asyik
mengurut dan acuh. Dia sudah terlalu sering melihat kelamin lelaki yang tegang
‘.
‘Setiap tamu kamu kocok ‘
‘Engga dong, yang nakal iya, ada juga yang minta. Sebenarnya saya
bukan ngocok, tapi mengurut supaya darahnya lancar, tapi tamunya yang minta
sekalian dikocok ‘
Ah ‘ pengin juga punyaku diurut, supaya lancar. Terus dikocok,
supaya segar ‘
‘Kamu ngocoknya selalu sampai keluar ‘
‘Iya dong Pak, kan supaya aman. Lagian cuman sebentar. ‘
‘Oh iya ‘
‘Iya .. ada juga sih yang lama, tapi umumnya 2-3 menit juga
keluar. Malah ada yang udah keluar duluan sebelum diurut, cuman kesentuh ‘
‘Oh ..ya ‘
‘Waktu saya ngerjain perutnya, kalau dianya udah tegang, sering
kesentuh ama tangan saya.
Eh .. tahu2 jari saya kesiram ‘air hangat ‘.
‘Oh iya .. terus gimana‘
‘Saya emang sedikit kaget, tapi pura2 engga tahu, supaya dia engga
kesinggung‘ Bijaksana juga dia.
‘Yang lucu lagi, ada yang udah keluar sebelum disentuh ‘
‘Ah masa ‘
‘Anak muda.
Setelah selesai pijit belakang, terus kan saya suruh balik badan
buat pijit depan. Dianya engga segera membalik. Trus saya minta ijin buat minum
sebentar. Waktu saya masuk lagi, dianya udah terlentang dan itunya ditutup
pakai handuk. Padahal tadi dia telanjang. Trus waktu saya ngurut paha kaya
sekarang ini lho, terasa basah2 di situ. Setelah dia pulang ‘ spreinya basah.
Dia udah keluar sewaktu telungkup‘
Paha kanan dan kiriku sudah selesai diurut, pelir kanan dan
kirikupun sudah beberapa kali disentuh.
‘Terus, what next ?
Dengan ‘dingin ‘nya Tini menutupi kembali kelaminku dengan sarung,
lalu.
‘Sekarang atasnya, Pak ‘
Tini lebih mendekat, berdiri di samping kiri perutku dan mulai
memijit bahuku, trus dadaku. Bulu-bulu di lengannya makin jelas, lumayan
panjang, halus, dan berbaris rapi. Hali ini menambah rangsanganku. Kedua
tanganku bebas. Kesempatan ini kugunakan buat ‘tak sengaja ‘ menyentuh
pantatnya yang begitu menonjol ke belakang, dengan tangan kiriku.
Uh ‘padat banget pantat si Tini.
Dia tak bereaksi. Tanganku makin nakal. Kali ini tak menyentuh
lagi, tapi sudah meremas-remas kedua bulatan di belakang tubuhnya itu. Tini tak
protes, tapi dengan amat ’sopan‘ dan lihai dia menghindari kenakalan tanganku
sambil terus memijit, seolah-olah tak sengaja menghindar. Benar2 dia
‘bijaksana‘. Akupun segera tahu diri, dia tak suka diganggu oleh majikannya
ini.
Begitu juga waktu dia memijat tanganku. Ketika mengurut di bagian
lengan atas telapak tanganku berada di wilayah dadanya. Aku lagi2 ‘tak sengaja
menyentuh bukit kanannya. Uuuh bukan main padat dada janda muda beranak satu
ini. Tapi aku tak berani melanjutkan aksi tanganku di dadanya. Ada rasa tak
enak.
Kedua tangan selesai diurut. Tini menyibak sarung yang menutupi
perutku, sehingga seolah-olah makin mempertegas menjulangnya penisku. Dengan
perlahan ia mengurut perutku.
‘Kalau perut memang engga boleh kuat2 ‘ katanya.
Memang, dia lebih mirip mengusap dibanding mengurut. Hal ini makin
menambah rangsanganku saja. Benar, dalam mengusap perut Tini beberapa kali
menyentuh penisku, tapi tak langsung, masih kehalangan dengan kain sarung.
Lebih nikmat kalau langsung ‘.
‘Selesai Pak ‘ katanya begitu selesai mengurut perut.
Selesai? Aku ingin dia mengurut penisku, seperti yang dilakukan
kepada customernya.
‘Engga sekalian‘ kataku setengah ragu dan dengan suara agak serak.
‘Apa pak? ‘
‘Punya Bapak diurut sekalian ‘ ‘
‘Ah engga perlu Pak, punya Bapak masih bagus, masih sip .. ‘
‘Tahu dari mana kamu ‘
‘Itu ‘ tegangnya masih bagus ‘ katanya.
Anak ini benar2 . Ekspresi wajahnya biasa2, polos wajar, padahal
bicara tentang suatu yang amat sensitif dan rahasia. Dan‘. Kaget banget aku
dibuatnya. Dia tiba2 menyingkap sarungku dan lalu”. Memegang batang penisku!
‘Tuh kan ‘ kerasnya juga masih bagus ‘
‘Ah ..masa ‘ ‘
‘Benar Pak, masih tok-cer ‘
Anak Cisompet ini benar2 mengagumkan, seperti sex-counselor aja.
Apa yang dikatakannya
benar. Punyaku tak pernah ngambek bila ingin kugunakan.
‘Engga apa2, biar tambah sip ‘ aku masih belum menyerah ingin
menikmati urutannya.
‘Eehmm ‘.. sebenarnya saya mau aja mengurut punya Bapak, cuman
rasanya kok engga enak sama Ibu ‘
”Kan engga perlu bilang sama Ibu ‘
‘Seolah saya mengganggu milik Ibu, engga enak kan ‘ bu kan baik
banget ama saya‘
‘Ah .. siapa bilang mengganggu, justru kamu membantu Ibu. Ini kan
untuk kepuasan Ibu‘
Tini termakan rayuanku. Dituangnya hand-body ke telapak tangan,
lalu menyingkirkan sarungku, dan mulai bekerja.
Pertama-tama, dioleskannya ke pahaku bagian dalam yang dekat-dekat
kelamin, dan diurutnya. Lalu urutan pindah ke kantung buah pelir dan bergerak
keatas ke batangnya, dengan kedua tangan bergantian.
‘Ahhh sedapnya”
Lalu dengan telunjuk dan ibu jari dipencetnya batang penisku mulai
dari pangkal sampai ke ujungnya. Demikian gerakannya bergantian antara mengurut
dan memencet. Lalu proses diulang lagi, mulai dengan mengurut paha, biji pelir,
batang, dan seterusnya sampai empat kali ulangan. Begitu ulangan keempat
selesai, dia lanjutkan dengan gerakan urut naik-turun. Kalo gerakan ini sih
lebih mirip mengocok tapi lebih perlahan ‘ enak campur geli2 ‘
Pencet lagi dengan kedua jari, lalu urut lagi, dilanjutkan
mengocok pelan. Terkadang kocokannya diselingi dengan kecepatan tinggi, tapi
hanya beberapa kali kocokan terus pelan lagi. Kurasakan aku mulai mendaki‘.
Tangan Tini benar-benar lihai menstimulir kelaminku hingga mulai
meninggi ‘ terus mendaki
‘.. mungkin beberapa langkah lagi aku sampai di
puncak. Tapi ‘..
‘Udah Pak ‘ ‘
‘Udah ..? ‘ aku kecewa berhenti mendadak begini.
‘Masih yahuud begini‘ kalo orang lain sih udah muncrat dari tadi ‘
‘Ah masa‘
‘Bener Pak, udah lebih dari 10 menit Bapak belum‘. ‘
‘Sebentar lagi aja udah hampir kok‘
‘Jangan ah pak ‘ simpan aja buat Ibu nanti malem‘
‘Sebentar aja deh ‘
‘Udahlah Pak. Bapak hebat. Ibu beruntung lho memiliki Bapak ‘
Akhirnya aku mengalah.
‘Iyalah‘. Makasih ya‘ bapak jadi seger nih‘
Memang perasaanku menjadi lebih segar dibanding tadi pagi. Tapi
ini ‘rasa yang menggantung ini perlu penyelesaian. Tiba2 aku berharap agar
isteriku cepat2 pulang‘.
‘Makasi ya Tin‘ kataku lagi waktu dia pamitan.
‘Sama-sama Pak‘
Pukul lima kurang seperempat. Tini memijatku selama satu setengah
jam. Sebentar lagi isteriku pulang. Aku cepat2 mandi menghilangkan wanginya
hand-body lotion, entar curiga isteriku, tumben2an pakai handbody.
Isteriku terheran-heran ketika sedang mengganti baju aku serbu
dari belakang
‘Eh ‘ ada angin apa nih‘
‘Habis‘ seharian nganggur, jadinya mengkhayal aja‘ kataku
berbohong.
Isteriku sudah makfum maksud seranganku ini. Akupun sudah pengin
banget, gara-gara nanggungnya pekerjaan tangan Tini tadi. Tahu suaminya udah
ngebet banget, dia langsung melepas Cdnya dan pasang posisi. Kusingkap
dasternya. Kusingkap juga sarungku, dan aku masuk. Goyang dan pompa. Kiri
kanan, dan atas bawah. Sampai tuntas, sampai kejang melayang, sampai lemas.
Seperti yang sudah-sudah. Hanya bedanya sekarang, waktu menggoyang dan memompa
tadi aku membayangkan sedang menyetubuhi Tini! Hah!
Sejak Tini memijatku kemarin, aku jadi makin memperhatikannya.
Padahal sebelumnya hal ini tak pernah kulakukan. Seperti waktu dia pagi hari
menyapu lantai terkadang agak membungkuk buat menjangkau debu di bawah sofa
misalnya. Aku tak melewatkan untuk menikmati bulatan buah dada putihnya. Atau
kalau dia sedang naik tangga belakang ke tempat jemuran. Aku bisa menikmati
betis dan bagian paha belakangnya, walaupun bentuk kakinya tak begitu bagus,
tapi putih mulus. Paling menyenangkan kalau memperhatikan dia mengepel lantai,
makin banyak bagian dari buah dadanya yang terlihat, apalagi kalau dia memakai
daster yang dadanya rendah. Tentu saja sebelum memperhatikan dia, aku harus
memeriksa situasi dulu, ada isteriku atau anak-anakku engga.
Yang membuatku merasa beruntung adalah ketika aku terpaksa pulang
lagi ke rumah karena ada berkas kantor yang ketinggalan. Waktu itu sekitar jam
10 pagi. Aku parkir mobilku di tepi jalan, tidak di garasi, toh hanya mengambil
dokumen. Aku ketok pintu depan tak ada yang menyahut. Kemana nih si Uci (anakku
yang SMU masuk siang). Si Tini pasti ada di belakang. Ternyata pintu tak
terkunci, aku masuk, sepi, langsung ke belakang. Maksudnya mau memperingatkan
anakku dan pembantu tentang kecerobohannya tak mengunci pintu.
Sampai di belakang tak ada seorangpun. Ke mana mereka ini. Aku
kembali ke ruang tengah. Saat itulah Tini muncul dari kamar mandinya. Aku
berniat menegurnya, tapi niatku urung, sebab Tini keluar dari kamar mandi hanya
berbalut handuk yang tak begitu lebar. Buah dada besar itu seakan ‘tumpah‘?.
Lebih dari separuh dada tak tertutup handuk. Puting dada ke bawah saja yang
tersembunyi. Dan bawahnya ”Seluruh pahanya tampak! Handuk sempit itu hanya
sanggup menutup sampai pangkal pahanya saja.
Aku segera mengambil posisi yang aman buat mengamatinya, dibalik
pintu kaca belakang. Viterage itu akan menghalangi pandangan Tini ke dalam.
Aman. Habis mandi dia masih berberes-beres berbagai peralatan cuci, dengan
hanya berbalut handuk. Sebelumnya dia tak pernah begini, mungkin dikiranya tak
ada orang, berarti Si Uci lagi pergi. Yang membuat jantungku berdegup kencang
adalah, dengan membelakangiku Tini membungkuk mengambil sesuatu di dalam ember.
Seluruh pantatnya kelihatan, bahkan sedetik aku sempat melihat kelaminnya dari
belakang!
Tak hanya itu saja. Setelah selesai berberes, Tini melangkah
memasuki kamarnya. Sebelum masuk kamar inilah yang membuat jantungku berhenti.
Tini melepas handuknya dan menjemurnya dengan telanjang bulat! Hanya beberapa
detik aku menikmati tubuh polosnya dari belakang agak samping. Bulatan buah
dada kirinya sangat jelas. Kulit tubuhnya begitu bersih. Bentuk tubuhnya nyaris
bagus, kecuali agak gemuk. Dada besar, pinggang menyempit, pinggul melebar dan
pantat bulat menonjol ke belakang. Dia langsung melangkah masuk ke kamarnya.
Dalam melangkah, sepersekian detik sempat terlihat bahwa bulu2 kelamin Tini
lebat!
Aku tegang. Rasanya aku harus melanggar janjiku sendiri untuk tak
meniduri pembantu. Ini adalah kesempatan baik. Tak ada siapapun di rumah. Aku
tinggal masuk ke kamarnya dan menyalurkan ketegangan ini. Kukunci dulu pintu
depan. Dengan mantap aku melangkah, siap berhubungan seks dengan wanita muda
bahenol itu. Tapi sebelum keluar pintu belakang, aku ragu. Bagaimana kalau dia
menolak kusetubuhi?. Kemarin saja dia menolak meneruskan mengocok penisku
sampai keluar mani. Apakah sekarang ia akan membiarkan vaginanya kumasuki? Dia
begitu merasa bersalah sama isteriku. Bahkan hanya buat mengonaniku, apalagi
bersetubuh. Aku menimbang. Rasanya dia tak akan mau. Lagipula, apakah aku harus
melanggar pantanganku sendiri hanya karena terangsang tubuh polosnya? Tapi aku
sudah high sekarang.
Ah sudahlah, aku harus bersabar menunggu Senin depan, saatnya dia
memijatku lagi. Mungkin aku bisa merayunya sehingga dia merasa ikhlas, tak
bersalah, memberikan tubuhnya buat kunikmati. Untuk menyalurkan yang sudah
terlanjur tegang ini terpaksa aku akan mengajak ‘makan siang’ wanita rekan
kantorku seperti biasa kulakukan : makan siang di motel”’.!
Kami sudah di dalam kamar motel langgananku. Begitu pelayan
berlalu, aku langsung mengunci pintu dan kupeluk si Ani, sebut saja begitu,
mantan anak buahku, pasangan selingkuhku yang selalu siap setiap saat
kubutuhkan.
‘Eehhmmmmhh‘? reaksinya begitu ciumanku sampai di lehernya.
Katanya mau makan dulu ‘. ‘?
‘Makan yang ini dulu ah .. ‘? kataku sambil tanganku yang telah
menerobos rok mininya mampir ke selangkangannya.
‘Ehhmmmm kok tumben semangat banget nih‘ tadi malem engga dikasih
ama dia ya?’
‘Udah kangen sih?’ Kutanggalkan blazernya.
‘Huuu .. gombal ! Kemarin aja acuh banget ”?
‘Kan sibuk kemarin’ Kubuka kancing blousenya satu persatu.
Padahal kami masih berdiri di balik pintu.
‘Alesan’
BH-nya juga kucopot, sepasang bukit itu telah terhidang bebas di
depanku. Dengan gemas kuciumi kedua buah kenyal itu. Putingnya kusedot-sedot.
Gantian kanan dan kiri. Walaupun sudah sering aku melumat-lumat buah ini, tapi
tak bosan-bosan juga. Mulai terdengar lenguhan Ani. Tanganku sudah menerobos
CD-nya, dan telunjukkupun mengetest, ‘pintu‘-nya sudah membasah. Lenguhan telah
berubah menjadi rintihan. Yang aku suka pada wanita 30 tahun ini selain dia
siap setiap saat kusetubuhi, juga karena Ani cepat panasnya.
Mulut dan jariku makin aktif. Rintihannya makin tak karuan. Hingga
akhirnya‘
‘Ayo‘.. sekarang ‘Pak .. ‘? katanya.
Akupun sudah pengin masuk dari tadi. Kupelorotkan CD-nya dan
kulepas celana dan CD ku juga. Kutuntun Ani menuju tempat tidur. Kurebahkan tubuhnya.
Kusingkap rok mininya dan kubuka pahanya lebar-lebar. Siap. Padahal roknya
masih belum lepas, begitu juga kemejaku. Kuarahkan penisku tepat di pintunya
yang basah itu, dan kutekan.
‘Aaaaafffff hhhhhh ‘ teriak Ani.
Dengan perlahan tapi pasti, penisku memasuki liang senggamanya,
sampai seluruh batang yang tergolong panjang itu tertelan vaginanya. Kocok ‘
goyang ‘. Kocok ‘. Goyang ‘. Seperti biasa.
Sampai jari2 Ani mencengkeram sprei kuat-kuat diiringi dengan
rintihan histeris. Sampai aku menekan kuat2 penisku guna menyemprotkan maniku
ke dalam vaginanya. Sampai terasa denyutan teratur di dalam sana. Sampai kami
berdua rebah lemas keenakan ‘. Begitulah. Persetubuhanku dengan Ani begitu sama
gayanya. Gaya standar. Hal ini karena kami hampir selalu diburu waktu,
memanfaatkan waktu istirahat makan siang. Atau juga karena Ani cepat panasnya.
Aku merasakannya monoton. Aku ingin sesuatu yang baru, tapi masih sayang
melepaskan Ani, sebab sewaktu-waktu dia amat berguna meredakan keteganganku.
Berarti harus menambah ‘koleksi ‘ lagi?
Mungkinkah sesuatu yang baru itu akan kudapatkan dari Tini? Ah,
masih banyak hal yang musti kupertimbangkan. Pertama, tentang janjiku yang tak
akan meniduri pembantu. Kedua, resiko ketahuan akan lebih besar. Ketiga, si
Tini belum tentu mau, dia merasa terhalang oleh kebaikan isteriku. Tapi bahwa
aku akan mendapatkan sesuatu yang lain, yaitu : jauh lebih muda dari umurku,
buah dada yang sintal dan besar, foreplay yang mengasyikkan dengan memijatku,
makin mendorongku untuk mendapatkan Tini. Tak sabar aku menunggu Senin depan,
saatnya Tini akan memijatku lagi ‘.
Senin, pukul 12.00. Aku menelepon ke rumah. Uci yang mengangkat,
belum berangkat sekolah dia rupanya. Aku mengharap Tini yang mengangkat telepon
sehingga bisa janjian jam berapa dia mau memijatku. Satu jam berikutnya aku
menelepon lagi, lama tak ada yang mengangkat, lalu
”Halo‘ suara Tini.
Aha!
‘Uci ada Tin?‘
‘Udah berangkat, Pak‘
‘Si Ade?‘
‘Mas Ade tadi nelepon mau pulang sore, ada belajar kelompok,
katanya?’ Kesempatan nih.
‘Ya sudah ‘.. ehm ‘.. kerjaan kamu udah beres belum?‘
‘Hmm udah Pak, tinggal seterika entar sore?‘
‘Mau ‘kan kamu mijit Bapak lagi? Pegal2 nih kan udah seminggu‘
‘Bisa Pak, jam berapa Bapak pulang?‘
‘Sekarang?‘
‘Baik Pak, tapi saya mau mandi dulu‘
Agak lama aku menunggu di depan pintu baru Tini membukanya.
‘Maaf Pak, tadi baru mandi‘. Kata Tini tergopoh-gopoh.
Ah, penisku mulai bergerak naik. Tini mengenakan daster yang basah
di beberapa bagian dan jelas sekali bentuk bulat buah kembarnya sebagai tanda
dia tak memakai BH. Mungkin buru-buru.
‘Engga apa-apa. Bisa mulai?‘
‘Bisa pak, saya ganti baju dulu‘
Hampir saja aku bilang, engga usah, kamu gitu aja. Untung tak
jadi, ketahuan banget ada maksud lain selain minta pijit. Aku masuk kamar dan
segera bertelanjang bulat. Terbawa suasana, penisku udah tegak berdiri. Kututup
dengan belitan handuk. Pintu diketok. Tini masuk. Mengenakan rok terusan
berbunga kecil warna kuning cerah, agak ketat, agak pendek di atas lutut,
berkancing di depan tengah sampai ke bawah, membuatnya makin tampak bersinar.
Warna roknya sesuai benar dengan bersih kulitnya. Dada itu kelihatan makin
menonjol saja. Penisku berdenyut.
‘Siap Tin?‘
‘Ya pak‘
Dengan hanya berbalut handuk, aku rebah ke tempat tidur,
tengkurap. Tini mulai dengan memencet telapak kakiku. Ini mungkin urutan yang
benar. Cara memijat tubuhku bagian belakang sama seperti pijatan pertama minggu
lalu, kecuali waktu mau memijat pantat, Tini melepaskan handukku, aku jadi
benar2 bugil sekarang. Wangi sabun mandi tercium dari tubuhnya ketika ia
memijat bahuku. Selama telungkup ini, penisku berganti-ganti antara tegang dan
surut. Bila sampai pada daerah sensitif, langsung tegang. Kalau ngobrol
basa-basi dan ’serius‘, surut. Kalau ngobrolnya menjurus, tegang lagi.
‘Depannya Pak?‘
Dengan tenang aku membalikkan tubuhku yang telanjang bulat.
Bayangkan, terlentang telanjang di depan pembantu. Penisku sedang surut. Tini
melirik penisku, lagi2 hanya sekilas, sebelum mulai mengurut kakiku. Sekarang
aku dengan jelas bisa melihatnya. Bayanganku akan bentuk buah dadanya di balik
pakaiannya membuat penisku mulai menggeliat. Apalagi ketika ia mulai mengurut
pahaku. Batang itu sudah tegak berdiri. Cara mengurut paha masih sama, sesekali
menyentuh buah pelir. Bedanya, Tini lebih sering memandangi kelaminku yang
telah dalam kondisi siap tempur.
‘Kenapa Tin?‘
Aku mulai iseng bertanya.
‘Ah ‘ engga‘ katanya sedikit gugup.
‘Cepet bangunnya’
Hi ..hi..hi..‘ katanya sambil ketawa polos.
‘Iya dong ‘. Kan masih sip kata kamu‘
Ada bedanya lagi. Kalau minggu lalu sehabis dari paha dia terus
mengurut dadaku, kali ini dia langsung menggarap penisku, tanpa kuminta! Apakah
ini tanda2 dia akan bersedia kusetubuhi. Jangan berharap dulu, mengingat
‘kesetiaan‘-nya kepada isteriku. Cara mengurut penisku masih sama, pencet dan
urut, hanya tanpa kocokan. Jadi aku tak sempat ‘mendaki‘, cuman ‘ pengin
menyetubuhinya!
‘Udah. Benar2 masih sip, Pak?‘
‘Mau coba sipnya?‘ kataku tiba2 dan menjurus.
Wajahnya sedikit berubah.
‘Jangan dong Pak, itu kan milik Ibu. Masa sih sama pembantu?‘
‘Engga apa-apa ‘ asal engga ada yang tahu aja”
Tini diam saja. Dia berpindah ke dadaku. Artinya jarak kami makin
dekat, artinya rangsanganku makin bertambah, artinya aku bisa mulai
menjamahnya.
Antara 2 kancing baju di dadanya terdapat celah terbuka yang
menampakkan daging dada putih yang setengah terhimpit itu. Aduuuhhh ‘. Aku
mampu bertahan engga nih ‘. Apakah aku akan melanggar janjiku?
Seperti minggu lalu juga tangan kiriku mulai nakal. Kuusap-usap
pantatnya yang padat dan menonjol itu. Seperti minggu lalu juga, Tini
menghindar dengan sopan. Tapi kali ini tanganku bandel, terus saja kembali ke
situ meski dihindari berkali-kali. Lama2 Tini membiarkannya, bahkan ketika
tanganku tak hanya mengusap tapi mulai meremas-remas pantat itu, Tini tak
bereaksi, masih asyik mengurut. Tini masih saja asyik mengurut walaupun
tanganku kini sudah menerobos gaunnya mengelus-elus pahanya. Tapi itu tak lama,
Tini mengubah posisi berdirinya dan meraih tangan nakalku karena hendak
mengurutnya, sambil menarik nafas panjang. Entah apa arti tarikan nafasnya itu,
karena memang sesak atau mulai terangsang?
Tanganku mulai diurut. Ini berarti kesempatanku buat menjamah
daerah dada. Pada kesempatan dia mengurut lengan atasku, telapak tanganku
menyentuh bukit dadanya. Tak ada reaksi. Aku makin nekat. Tangan kananku yang
sedari tadi nganggur, kini ikut menjamah dada sintal itu.
‘Paak…‘ Katanya pelan sambil menyingkirkan tanganku.
Okelah, untuk sementara aku nurut. Tak lama, aku sudah tak tahan
untuk tak meremasi buah dada itu. Kudengar nafasnya sedikit meningkat temponya.
Entah karena capek memijat atau mulai terangsang akibat remasanku pada dadanya.
Yang penting : Dia tak menyingkirkan tanganku lagi. Aku makin nakal. Kancing
paling atas kulepas, lalu jariku menyusup. Benar2 daging padat. Tak ada reaksi.
Merasa kurang leluasa, satu lagi kancingnya kulepas. Kini telapak tanganku
berhasil menyusup jauh sampai ke dalam BH-nya, Ah ‘ puting dadanya sudah
mengeras! Tini menarik telapak tanganku dari dadanya.
‘Bapak kok nakal sih?‘
Katanya, dan ”.. tiba-tiba dia merebahkan tubuhnya ke dadaku. Aku
sudah sangat paham akan sinyal ini. Berarti aku akan mendapatkannya, lupakan
janjiku. Kupeluk tubuhnya erat2 lalu kuangkat sambil aku bangkit dan turun dari
tempat tidur. Kubuka kancing blousenya lagi sehingga BH itu tampak seluruhnya.
Buah dada sintal itu terlihat naik turun sesuai irama nafasnya yang mulai
memburu. Kucium belahan dadanya, lalu bergeser ke kanan ke dada kirinya. Bukan
main dada wanita muda ini. Bulat, padat, besar, putih.
Kuturunkan tali Bhnya sehingga puting tegang itu terbuka, dan
langsung kusergap dengan mulutku.
‘Aaahhffffhhhhh…Paaaaak‘ rintihnya.
Tak ada penolakan. Aku pindah ke dada kanan, kulum juga.
Kupelorotkan roknya hingga jatuh ke lantai. Kulepaskan kaitan BH-nya sehingga
jatuh juga. Dengan perlahan kurebahkan Tini ke kasur, dada besar itu berguncang
indah. Kembali aku menciumi, menjilati dan mengulumi kedua buah dadanya. Tini
tak malu2 lagi melenguh dan merintih sebagai tanda dia menikmati cumbuanku.
Tanganku mengusapi pahanya yang licin, lalu berhenti di
pinggangnya dan mulai menarik CD-nya
‘Jangan Pak‘. Kata Tini terengah sambil mencegah melorotnya CD.
Wah‘ engga bisa dong‘ aku udah sampai pada point no-return, harus
berlanjut sampai hubungan kelamin.
‘Engga apa-apa Tin ya‘. Bapak pengin‘. Badan kamu bagus bener’
Waktu aku membuka Cdnya tadi, jelas kelihatan ada cairan bening
yang lengket, menunjukkan bahwa dia sudah terangsang. Aku melanjutkan menarik
CD-nya hingga lepas sama sekali. Tini tak mencegah lagi. Benar, Tini punya bulu
kelamin yang lebat. Kini dua2nya sudah polos, dan dua2nya sudah terangsang,
tunggu apa lagi. Kubuka pahanya lebar lebar. Kuletakkan lututku di antara kedua
pahanya. Kuarahkan kepala penisku di lubang yang telah membasah itu, lalu
kutekan sambil merebahkan diri ke tubuhnya.
‘Auww ‘. Pelan2 Pak ‘. Sakit ‘.! ‘?
‘Bapak pelan2 nih”
Aku tarik sedikit lalu memainkannya di mulut vaginanya.
‘Bapak sabar ya ‘. Saya udah lamaa sekali engga gini”
‘Ah masa’
‘Benar Pak‘
‘Iya deh sekarang bapak masukin lagi ya ‘. Pelan deh.. ‘
‘Benar Bapak engga bilang ke Ibu ‘kan?‘
‘Engga dong ‘ gila apa‘
Terpaksa aku pegangi penisku agar masuknya terkontrol.
Kugeser-geser lagi di pintu vaginanya, ini akan menambah rangsangannya. Baru
setelah itu menusuk sedikit dan pelan.
‘Aaghhhhfff ‘ serunya, tapi tak ada penolakan kaya tadi
‘Sakit lagi Tin?‘ Tini hanya menggelengkan kepalanya.
‘Terusin Pak ‘perlahan‘?
Sekarang dia yang minta. Aku menekan lagi. AH ‘ bukan main
sempitnya vagina wanita muda ini. Kugosok-gosok lagi sebelum aku menekannya
lagi. Mentok. Kalau dengan isteriku atau Si Ani, tekanan segini sudah cukup
menenggelamkan penisku di vaginanya masing-masing. Tini memang beda. Tekan,
goyang, tekan goyang, dibantu juga oleh goyangan Tini, akhirnya seluruh batang
panisku tenggelam di vagina Tini yang sempit itu. Benar2 penisku terasa
dijepit. Aku menarik penisku kembali secara amat perlahan. Gesekan dinding
vagina sempit ini dengan kulit penisku begitu nikmat kurasakan.
Setelah hampir sampai ke ujung, kutekan lagi perlahan pula sampai
mentok. Demikian seterusnya dengan bertahap menambah kecepatan. Tingkah Tini
sudah tak karuan. Selain merintih dan teriak, dia gerakkan tubuhnya dengan
liar. Dari tangan meremas sampai membanting kepalanya sendiri. Semuanya liar.
Akupun asyik memompa sambil merasakan nikmatnya gesekan. Kadang kocokan cepat,
kadang gesekan pelan. Penisku mampu merasakan relung2 dinding vaginanya. Memang
beda, janda muda beranak satu ini dibandingkan dengan isteriku yang telah kali
melahirkan. Beda juga rasanya dengan Ani yang walaupun juga punya anak satu tapi
sudah 30 tahun dan sering dimasuki oleh suaminya dan aku sendiri.
Aku masih memompa. Masih bervariasi kecepatannya. Nah, saat aku
memompa cepat, tiba2 Tini menggerak-gerakan tubuhnya lebih liar, kepalanya
berguncang dan kuku jarinya mencengkeram punggungku kuat-kuat sambil menjerit,
benar2 menjerit! Dua detik kemudian gerakan tubuhnya total berhenti,
cengkeraman makin kuat, dan penisku merasakan ada denyutan teratur di dalam
sana. Ohh ‘nikmatnya‘.. Akupun menghentikan pompaanku. Lalu beberapa detik kemudian
kepalanya rebah di bantal dan kedua belah tangannya terkulai ke kasur, lemas.
Tini telah mencapai orgasme. Sementara aku sedang mendaki.
‘Paaak ‘ ooohhhh ‘..
‘Kenapa Tin?”
‘Ooohh sedapnya”
Lalu diam, hening dan tenang. Tapi tak lama. Sebentar kemudian badannya
berguncang, teratur. Tini menangis!
‘Kenapa Tin?”
Air matanya mengalir. Masih menangis. Kaya gadis yang baru
diperawani saja.
’Saya berdosa ama Ibu‘ katanya kemudian
‘Engga apa-apa Tin ‘.. Kan Bapak yang mau‘
‘Iya .. Bapak yang mulai sih. Kenapa Pak? Jadinya saya engga bisa
menahan‘.
Aku diam saja.
‘Saya khawatir Pak‘.
‘Sama Ibu? Bapak engga akan bilang ke siapapun‘
‘Juga khawatir kalo… kalo’
‘Kalo apa Tin?‘
‘Kalo saya ketagihan‘.
‘Oh‘ jangan khawatir, Pasti Bapak kasih kalo kamu pengin lagi.
Tinggal bilang aja‘
‘Ya itu masalahnya‘
‘Kenapa?‘
‘Kalo sering2 kan lama2 ketahuan .. ‘?
‘Yaah…harus hati2 dong‘ kataku sambil mulai lagi menggoyang.
Kan aku belum sampai.
‘Ehhmmmmmm ‘ reaksinya.
Goyang terus. Tarik ulur. Makin cepat. Tini juga mulai ikut
bergoyang. Makin cepat. Aku merasakan hampir sampai di puncak.
‘Tin?‘
‘Ya ‘ Pak?’
‘Bapak ‘. hampir ‘. sampai”
‘Teruus ‘ Pak‘
‘Kalo ‘.. keluar ”.gimana?‘
‘Keluarin ‘..aja ” Pak‘… Engga‘. apa-apa?‘
‘Engga ‘.. usah ” dicabut?‘
‘Jangan ‘.. pak ”. aman ‘.. kok‘
Aku mempercepat genjotanku. Gesekan dinding vaginanya yang sangat
terasa mengakibatkan aku cepat mendaki puncak. Kubenamkan penisku dalam2
Kusemprotkan maniku kuat2 di dalam. Sampai habis. Sampai lunglai.
Sampai lemas.
Beberapa menit berikutnya kami masih membisu. Baru saja aku
mengalami kenikmatan luar biasa. Suatu nikmat hubungan seks yang baru sekarang
aku alami lagi setelah belasan tahun lalu berbulan madu dengan isteriku. Vagina
Tini memang ‘gurih‘, dan aku bebas mencapai puncak tanpa khawatir resiko. Tapi
benarkah tanpa resiko. Tadi dia bilang aman. Benarkah?
‘Tin?‘
‘Ya .. Pak?‘
‘Makasih ya ‘ benar2 nikmat‘
‘Sama-sama Pak. Saya juga merasakan nikmat‘
‘Masa ..?‘
‘Iya Pak. Ibu benar2 beruntung mendapatkan Bapak‘
‘Ah kamu’
‘Bener Pak. Sama suami engga seenak ini‘
‘Oh ya?”
‘Percaya engga Pak ‘. Baru kali ini saya merasa kayak
melayang-layang..
‘Emang sama suami engga melayang, gitu?‘
‘Engga Pak. Seperti yang saya bilang ‘ punya Bapak bagus banget?‘
‘Katamu tadi ‘. Udah berapa lama kamu engga begini ..?‘
‘Sejak ‘.ehm ‘.. udah 4 bulan Pak‘
‘Lho ‘. Katanya kamu udah cerai 5 bulan?‘
‘Benar”
‘Trus?‘
‘Waktu itu saya kepepet Pak‘
‘Sama siapa?‘
‘Sama tamu. Tapi baru sekali itu Pak. Makanya saya hanya sebulan
kerja di panti pijat itu.
Engga tahan diganggu terus?‘
‘Cerita dong semuanya?‘
‘Ada tamu yang nafsunya gede banget. Udah saya kocok sampai
keluar, masih aja dia
mengganggu. Saya sampai tinggalin dia. Trus akhirnya dia
ninggalin duit, lumayan banyak, sambil bilang saya ditunggu di Halte dekat
sini, hari Sabtu jam 10.00. Dia mau ajak saya ke Hotel. Kalo saya mau, akan
dikasih lagi sebesar itu‘
‘Trus?‘
‘Saya waktu itu benar2 butuh buat bayar rumah sakit, biaya
perawatan adik saya. Jadi saya mau‘
‘Pernah sama tamu yang lain?‘
‘Engga pernah Pak. Habis itu trus saya langsung berhenti‘
‘Kapan kamu terakhir ‘main‘?‘
‘Ya itu ‘ sama tamu yang nafsunya gede itu, 4 bulan lalu. Setelah
itu saya kerja jadi pembantu sebelum kesini.
Selama itu saya engga pernah ‘main‘, sampai barusan tadi sama
Bapak”. Enak banget barusan kali karena udah lama engga ngrasain ya ‘Pak ‘ atau
emang punya Bapak siip banget ‘hi..hi.. ‘
Polos banget anak ini. Aku juga merasakan nikmat yang sangat. Dia
mungkin engga menyadari bahwa dia punya vagina yang ‘legit‘, lengket-lengket
sempit, dan seret.
‘Kamu engga takut hamil sama tamu itu?‘
‘Engga. Sehabis saya melahirkan kan pasang aiyudi (maksudnya IUD,
spiral alat KB). Waktu cerai saya engga lepas, sampai sekarang. Bapak takut
saya hamil ya?‘
Aku lega bukan main. Berarti untuk selanjutnya, aku bisa dengan
bebas menidurinya tanpa khawatir dia akan hamil ‘.
‘Jam berapa Pak?‘
‘Jam 4 lewat 5‘
‘Pijitnya udah ya Pak ‘. Saya mau ke belakang dulu‘
‘Udah disitu aja‘ kataku sambil menyuruh dia ke kamar mandi dalam
kamarku.
Dengan tenangnya Tini beranjak menuju kamar mandi, masih
telanjang. Goyang pantatnya lumayan juga. Tak lama kemudian Tini muncul lagi.
Baru sekarang aku bisa jelas melihat sepasang buah dada besarnya.
Bergoyang seirama langkahnya menuju ke tempat tidur memungut
BH-nya. Melihat caranya memakai BH, aku jadi terangsang. Penisku mulai bangun
lagi. Aku masih punya sekitar 45 menit sebelum isteriku pulang, cukup buat satu
ronde lagi. Begitu Tini memungut CD-nya, tangannya kupegang, kuremas.
‘Bapak pengin lagi, Tin‘
‘Ah ‘ nanti Ibu keburu dateng , Pak‘
‘Masih ada waktu kok ‘
‘Ah Bapak nih ‘ gede juga nafsunya’ katanya, tapi tak menolak
ketika BH nya kulepas lagi.
Sore itu kembali aku menikmati vagina legit milik Tini, janda muda
beranak satu, pembantu rumah tanggaku ‘..
Hubungan seks kami selanjutnya tak perlu didahului oleh acara
pijitan. Kapan aku mau tinggal pilih waktu yang aman (cuma Tini sendirian di
rumah) biasanya sekitar jam 2 siang. Tini selalu menyambutku dengan antusias,
sebab dia juga menikmati permainan penisku. Tempatnya, lebih aman di kamarnya,
walaupun kurang nyaman. Bahkan dia mulai ‘berani’ memanggilku untuk
menyetubuhinya.
Suatu siang dia meneleponku ke kantor menginformasikan bahwa Uci
udah berangkat sekolah dan Ade pergi less bahasa Inggris, itu artinya dia
sendirian di rumah, artinya dia juga pengin disetubuhi. Terbukti, ketika aku
langsung pulang, Tini menyambutku di pintu hanya berbalut handuk. Begitu pintu
kukunci, dia langsung membuang handuknya dan menelanjangiku! Langsung saja kita
main di sofa ruang tamu.
Baca juga :