Mungkin pembaca bertanya-tanya kenapa aku
menceritakan kisah yang sebenarnya memalukan bila diketahui orang lain ini? Aku
sendiri sesungguhnya juga bingung kenapa aku nekad menceritakan kisah ini pada
para pembaca. Tetapi yang jelas seperti ada sensasi tersendiri yang kurasakan
bila kisah gila ini dapat dibaca oleh banyak orang. Apalagi melalui internet,
identitasku jelas tidak akan diketahui oleh orang lain.
Sebelum kuceritakan kisah gilaku ini, ada baiknya
aku memperkenalkan sedikit identitasku pada para pembaca. Agar ketika membaca
kisah nyata ini, para pembaca mempunyai bayangan yang jelas bagaimana pelaku
(sekaligus penulis) dalam kisah yang sangat sensasional ini.
Sebut saja namaku Riri, usia saya 27 tahun dan
telah bersuami. Menurut banyak teman, aku adalah seorang perempuan yang cukup
cantik dengan kulit putih bersih. Walaupun demikian, postur tubuhku sebenarnya
terhitung ramping dan kecil. Tinggi badanku hanya 154 cm.
Tetapi meskipun
bertubuh ramping, pantatku cukup bulat dan berisi. Sedangkan buah dadaku yang
hanya berukuran 34 juga nampak padat dan serasi dengan bentuk tubuhku.
Aku bekerja sebagai karyawati staf accounting pada
sebuah toserba yang cukup besar di kotaku. Sehingga aku mengenal banyak relasi
dari para pekerja perusahaan lain yang memasok barang ke toko tempatku bekerja.
Dari sinilah kisah yang akan kupaparkan ini terjadi.
Sebagai seorang istri, aku sebenarnya merupakan
tipe istri yang setia pada suami. Aku selalu berprinsip, tidak ada lelaki lain
yang menyentuh hati dan tubuhku, kecuali suamiku yang sangat kucintai. Dan
sebelum kisah ini terjadi, aku memang selalu dapat menjaga kesetiaanku.
Jangankan disentuh, tertarik dengan lelaki lain pun merupakan pantangan bagiku.
Tetapi begitulah, beberapa bulan terakhir, justru
suamiku mempunyai khayalan gila. Ia seringkali mengatakan padaku, ia selalu
terangsang jika membayangkan diriku bersetubuh dengan lelaki lain. Entahlah,
mungkin ia terpengaruh dengan cerita kawan-kawannya. Atau mungkin juga termakan
oleh bacaan-bacaan seks yang sering dibacanya. Pada awalnya, aku jengkel setiap
kali ia mengatakan hal itu padaku. Namun lama kelamaan, entah kenapa, aku juga
mulai terangsang oleh khayalan-khayalannya.
Setiap ia mengatakan dirinya ingin melihat aku
digumuli lelaki lain, tiba-tiba dadaku berdebar-debar. Tanda kalau aku juga
mulai terangsang dengan fantasinya itu. Bersamaan dengan itu di toko tempatku
bekerja, aku semakin akrab dengan seorang karyawan perusahaan distribusi yang
biasa datang memasok barang. Sebutlah namanya Mas Roni. Ia seorang lelaki
berbadan tinggi besar dan cukup atletis, tingginya lebih dari 180 cm. Sedang
usia sekitar 35 tahun. Sungguh aku tidak pernah mempunyai pikiran atau perasaan
tertarik padanya.
Pada awalnya hubunganku, biasa-biasa saja.
Keakrabanku sebatas hubungan kerja. Namun begitulah, Mas Roni yang berstatus
duda itu selalu bersikap baik padaku. Kuakui pula, ia merupakan pria yang
simpatik. Ia sangat pandai mengambil hati orang lain. Begitu perhatiannya pada
diriku, Mas Roni seringkali memberikan hadiah padaku. Misalnya pada saat
lebaran dan tahun baru, Mas Roni memberiku bonus yang cukup besar. Padahal
karyawan lain di tokoku tidak satupun yang mendapatkannya. Bahkan saat datang
ke tokoku, ia kadang bersedia membantu pekerjaanku. Mas Roni dapat saja
melakukan itu sebab ia sangat akrab dengan bosku.
Hingga suatu ketika, sewaktu aku sedang menghitung
keuangan bulanan perusahaan, tiba-tiba Mas Roni muncul di depan meja kerjaku.
“Aduh sibuknya, sampai nggak lihat ada orang
datang,” sapa Mas Roni klise.
“Eh, sorry Mas, ini baru ngitung keuangan akhir
bulan,” jawabku.
“Jangan terlalu serius, nanti nggak kelihatan
cakepnya lho..!” Mas Roni masih bergurau.
“Ah, Mas Roni bisa aja,” aku menjawab pendek sambil
tetap berkonsentrasi ke pekerjaanku.
Setelah itu seperti biasanya, di sela-sela
pekerjaanku, aku dan Mas Roni mengobrol dan bersendau-gurau ke sana kemari.
Tidak terasa sudah satu jam aku mengobrol dengannya.
“Ri, aku mau ngasih hadiah tahun baru, Riri mau
terima nggak?” tanyanya tiba-tiba.
“Siapa sih yang nggak mau dikasih hadiah. Mau dong,
asal syaratnya hadiahnya yang banyak lho,” jawabku bergurau.
“Aku juga punya syarat lho Ri. Hadiah itu akan
kuberikan kalau Riri mau memejamkan mata. Mau nggak?” tanyanya lagi.
“Serius nih? Oke kalau cuman itu syaratnya aku
mau,” kataku sambil menejamkan mata.
“Awas jangan buka mata sampai aku memberi
aba-aba..!” kata Mas Roni lagi.
Sambil terpejam, aku penasaran hadiah apa yang akan
diberikannya. Tetapi, ya ampun, pada saat mataku terpejam, tiba-tiba aku
merasakan ada benda yang lunak menyentuh bibirku. Tidak hanya menyentuh, benda
itu juga melumat bibirku dengan halus. Aku langsung tahu, Mas Roni tengah
menciumku. Maka aku langsung membuka mata. Dari sisi meja di hadapanku, Mas
Roni membungkuk dan menciumi diriku. Tetapi anehnya, setelah itu aku tidak
berusaha menghindar.
Untuk beberapa lama, Mas Roni masih melumat
bibirku. Kalau mau jujur aku juga ikut menikmatinya. Bahkan beberapa saat
secara refleks aku juga membalas melumat bibir Mas Roni. Sampai kemudian aku
sadar, lalu kudorong dada Mas Roni hingga ia terjengkang ke belakang.
“Mas, seharusnya ini nggak boleh terjadi,” kataku
dengan nada tergetar menahan malu dan sungkan yang menggumpal di hatiku.
Mas Roni terdiam beberapa saat.
“Maaf Ri, mungkin aku terlalu nekat. Seharusnya aku
sadar kamu sudah menjadi milik orang lain. Tetapi inilah kenyataannya, aku
sangat sayang padamu Ri,” ujarnya dengan lirih sambil
meninggalkanku.
Seketika itu aku merasa sangat menyesal. Aku merasa
telah menghianati suamiku. Tetapi uniknya peristiwa semacam itu masih terulang
hingga beberapa kali. Beberapa kali kesempatan Mas Roni berkunjung ke tokoku,
ia selalu memberiku ‘hadiah’ seperti itu. Tentu, itu dilakukannya jika
kawan-kawanku tidak ada yang melihat. Meskipun pada akhirnya aku menolaknya,
namun anehnya, aku tidak pernah marah terhadap tindakan Mas Roni itu.
Entahlah, aku sendiri bingung. Aku tidak tahu,
apakah ini dikarenakan pengaruh khayalan suamiku yang terangsang jika
membayangkan aku berselingkuh. Ataukah karena aku jatuh cinta pada Mas Roni.
Sekali lagi, aku tidak tahu. Bahkan dari hari ke hari, aku semakin dekat dan
akrab dengan Mas Roni.
Hingga pada suatu saat, Mas Roni mengajakku
jalan-jalan. Awalnya aku selalu menolaknya. Aku khawatir kalau kedekatanku
dengannya menjadi penyebab perselingkuhan yang sebenarnya. Tetapi karena ia
selalu mendesakku, akhirnya aku pun menerima ajakkannya. Tetapi aku mengajukan
syarat, agar salah seorang kawan kerjaku juga diajaknya. Dengan mengajak kawan,
aku berharap Mas Roni tidak akan berani melakukan perbuatan yang tidak-tidak.
Begitulah, pada hari Minggu, aku dan Mas Roni
akhirnya jadi berangkat jalan-jalan. Agar suamiku tidak curiga, aku katakan
padanya, hari itu aku ada lemburan hingga sore hari. Selain aku dan Mas Roni,
ikut juga kawan kerjaku, Yani dan pacarnya. Oh ya, berempat kami mengendarai
mobil inventaris perusahaan Mas Roni. Berempat kami jalan-jalan ke suatu
lokawisata pegunungan yang cukup jauh dari kotaku. Kami sengaja memilih tempat
yang jauh dari kotaku, agar tidak mengundang kecurigaan tetangga, keluarga dan
terutama suamiku.
Setelah lebih dari satu jam kami berputar-putar di
sekitar lokasi wisata, Mas Roni dan pacar Yani mengajak istirahat di sebuah
losmen. Yani dan pacarnya menyewa satu kamar, dan kedua orang itu langsung
hilang di balik pintu tertutup. Maklum keduanya baru dimabuk cinta. Aku dengan
suamiku waktu pacaran dulu juga begitu, jadi aku maklum saja.
Mas Roni juga menyewa satu kamar di sebelahnya. Aku
sebenarnya juga berniat menyewa kamar sendiri tetapi Mas Roni melarangku.
“Ngapain boros-boros, kalau sekedar istirahat satu
kamar saja. Tuh, bed-nya ada dua,” ujarnya.
Akhirnya aku mengalah. Aku numpang di kamar yang
disewa Mas Roni.
Kami mengobrol tertawa cekikikan membicarakan Yani
dan pacarnya di kamar sebelah.
Apalagi, Yani dan pacarnya seperti sengaja
mendesah-desah hingga kedengaran di telinga
kami. Sejujurnya aku deg-degan juga
mendengar desahan Yani yang mirip dengan suara orang terengah-engah itu. Entah
kenapa dadaku semakin berdegup kencang ketika aku mendengar desahan Yani dan
membayangkan apa yang sedang mereka lakukan di kamar sebelah. Untuk beberapa
saat, aku dan Mas Roni diam terpaku.
Tiba-tiba Mas Roni menarik tanganku hingga aku
terduduk di pangkuan Mas Roni yang saat sedang duduk di tepi tempat tidur.
Tanpa berkata apa-apa dia langsung mencium bibirku. Aku tidak sempat
menghindar, bahkan aku juga membiarkan ketika bibir dan kumis Mas Roni menempel
ke bibirku hingga beberapa saat. Dadaku semakin berdegup kencang ketika
kurasakan bibir Mas Roni melumat mulutku. Lidah Mas Roni menelusup ke celah
bibirku dan menggelitik hampir semua rongga mulutku. Mendapat serangan mendadak
itu darahku seperti berdesir, sementara bulu tengkukku merinding.
Namun tiba-tiba timbul kesadaranku. Kudorong dada
Mas Roni supaya ia melepas pelukannya pada diriku.
“Mass, jangan Mas, ini nggak pantas kita
lakukan..!” kataku terbata-bata.
Mas Roni memang melepas ciumannya di bibirku,
tetapi kedua tangannya yang kekar dan kuat itu masih tetap memeluk pinggang
rampingku dengan erat. Aku juga masih terduduk di pangkuannya.
“Kenapa nggak pantas, toh aku sama dengan suamimu,
yaitu sama-sama mencintaimu,” ujar
Mas Roni yang terdengar seperti desahan.
Setelah itu Mas Roni kembali mendaratkan ciuman. Ia
menjilati dan menciumi seluruh wajahku, lalu merembet ke leher dan telingaku.
Aku memang pasif dan diam, namun perlahan tapi pasti nafsu birahi semakin kuat
menguasaiku. Harus kuakui, Mas Roni sangat pandai mengobarkan birahiku. Jilatan
demi jilatan lidahnya di leherku benar-benar telah membuat diriku terbakar
dalam kenikmatan. Bahkan dengan suamiku sekalipun aku belum pernah merasakan
rangsangan sehebat ini.
Mas Roni sendiri nampaknya juga mulai terangsang.
Aku dapat merasakan napasnya mulai terengah-engah. Sementara aku sendiri
semakin tidak kuat untuk menahan erangan. Maka aku pun mendesis-desis untuk
menahan kenikmatan yang mulai membakar kesadaranku.
Setelah itu tiba-tiba
tangan Mas Roni yang kekar itu membuka kancing bajuku. Tak ayal lagi, buah
dadaku yang berwarna putih bersih itu terbuka di depan Mas Roni. Secara refleks
aku masih berusaha berontak.
“Cukup, Mas jangan sampai ke situ. Aku takut,”
kataku sambil meronta dari pelukannya.
“Takut dengan siapa Ri, toh nggak ada yang tahu.
Percayalah denganku,” jawab Mas Roni dengan napas yang semakin memburu.
Seperti tidak perduli dengan protesku, Mas Roni
yang telah melepas bajuku, kini ganti sibuk melepas BH-ku. Meskipun aku masih
berusaha meronta, namun itu tidak berguna sama sekali. Sebab tubuh Mas Roni
yang besar dan kuat itu mendekapku sangat erat.
Kini, dipelukan Mas Roni, buah dadaku terbuka tanpa
tertutup sehelai kain pun. Aku berusaha menutupi dengan mendekapkan lengan di
dadaku, tetapi dengan cepat tangan Mas Roni memegangi lenganku dan
merentangkannya. Setelah itu Mas Roni mengangkatku dan merebahkannya di tempat
tidur. Tanpa membuang waktu, bibir Mas Roni melumat salah satu buah dadaku,
sementara salah satu tangannya juga langsung meremas-remas buah dadaku yang
lainnya. Bagai seekor singa buas ia menjilati dan meremas buah dada yang
kenyal
dan putih ini.
Kini aku tidak dapat berbuat apa-apa lagi selain
megap-megap dan mengerang karena kenikmatan yang mencengkeram diriku. Aku menggeliat-geliat
seperti cacing kepanasan karena rasa geli dan nikmat ketika bibir dan lidah Mas
Roni menjilat dan melumat puting susuku.
“Ri, da.. dadamu putih dan in.. indah sekali. A..
aku makin nggak ta.. tahan.., sayang..,” kata Mas Roni terputus-putus karena
nafsu birahi yang semakin memuncak.
Kemudian Mas Roni juga menciumi perut dan pusarku.
Dengan lidahnya, ia pandai sekali menggelitik buah dada hingga perutku. Sekali
lagi aku hanya mendesis-desis mendapat rangsangan yang menggelora itu. Kemudian
tanpa kuduga, dengan cepat Mas Roni melepaskan celana dan celana dalamku dalam
satu tarikan. Lagi-lagi aku berusaha melawan, tetapi dengan tubuh besar dan
tenaga kuat yang dimiliki Mas Roni, dengan mudah ia menaklukkan perlawananku.
Sekarang tubuhku yang ramping dan berkulit putih
ini benar-benar telanjang total di hadapan Mas Roni. Sungguh, aku belum pernah
sekalipun telanjang di hadapan lelaki lain, kecuali di hadapan suamiku.
Sebelumnya aku juga tidak pernah berpikir melakukan perbuatan seperti ini. Tetapi
kini, Mas Roni berhasil memaksaku, sementara aku seperti pasrah saja tanpa
daya.
“Mas, untuk yang satu ini jangan Mas, aku tidak
ingin merusak keutuhan perkawinanku..!” pintaku sambil meringkuk di atas tempat
tidur, untuk melindungi buah dada dan vaginaku yang kini tanpa penutup.
“Ri.. apa.. kamu.. nggak kasihan padaku sayang..,
aku sudah terlanjur terbakar.., aku nggak kuat lagi, sayang. Please, aku..
mohon,” kata Mas Roni masih dengan terbata-bata dan wajah yang memelas.
Entah karena aku tidak tega atau karena aku sendiri
juga sudah terbakar birahi, aku diam saja ketika Mas Roni kembali menggarap
tubuhku. Bibir dan salah satu tangannya menggarap kedua buah dadaku, sementara
tangan yang satunya lagi mengusap-usap paha dan selangkangan kakiku. Mataku benar-benar
merem-melek merasakan kenikmatan itu.
Sementara napasku juga semakin
terengah-engah.
Tiba-tiba saja Mas Roni beranjak dan dengan cepat
melepas semua pakaian yang menempel di tubuhnya. Kini ia sama denganku
telanjang bulat-bulat. Ya ampun, aku tidak dapat percaya, kini aku telanjang
dalam satu kamar dengan lelaki yang bukan suamiku, ohh. Aku melihat tubuh Mas
Roni yang memang atletis, besar dan kekar. Ia jauh lebih tinggi dan lebih besar
dibanding suamiku yang berperawakan sedang-sedang saja.
Tetapi yang membuat dadaku berdegup lebih keras
adalah benda di selangkangan Mas Roni. Benda yang besarnya hampir sama dengan
lenganku itu berwarna coklat tua dan kini tegak mengacung. Panjangnya kutaksir
tidak kurang dari 22 cm, atau hampir dua kali lipat dibanding milik suamiku,
sementara besarnya sekitar 3 sampai 4 kali lipatnya. Sungguh aku hampir tidak
percaya ada penis sebesar dan sepanjang itu. Perasaanku bercampur baur antara
ngeri, gemas dan penasaran.
Kini tubuh telanjang Mas Roni mendekapku. Darahku
seperti terkesiap ketika merasakan dada bidang Mas Roni menempel erat dadaku.
Ada sensasi hebat yang melandaku, ketika dada yang kekar itu merapat dengan
tubuhku. Ohh, baru kali ini kurasakan dekapan lelaki lain selain suamiku. Ia
masih terus menciumi sekujur tubuhku, sementara tangannya juga tidak kenal
lelah meremas-remas buah dadaku yang semakin kenyal. Sekali lagi, sebelumnya
tidak pernah kurasakan sensasi dan rangsangan sedahsyat ini.
Aku tersentak ketika kurasakan ada benda yang masuk
dan menggelitik lubang vaginaku. Ternyata Mas Roni nekat memasukkan jari
tangannya ke celah vaginaku. Ia memutar-mutarkan telunjuknya di dalam lubang
vaginaku, sehingga aku benar-benar hampir tidak kuat lagi menahan kenikmatan
yang menderaku. Mendapat serangan yang luar biasa nikmat itu, secara refleks
aku memutar-mutarkan pantatku. Toh, aku masih berusaha menolaknya.
“Mas, jangan sampai dimasukkan jarinya, cukup di
luaran saja..!” pintaku.
Tetapi lagi-lagi Mas Roni tidak menggubrisku. Ia
selanjutnya menelusupkan kepalanya di selangkanganku, lalu bibir dan lidahnya
tanpa henti melumat habis vaginaku. Aku tergetar hebat mendapat rangsangan ini.
Tidak kuat lagi menahan kenikmatan itu, tanpa sadar tanganku menjambak rambut
Mas Roni yang masih terengah-engah di selangkanganku. Kini aku benar-benar
telah tenggelam dalam birahi.
Ketika kenikmatan birahi benar-benar menguasaiku,
dengan tiba-tiba, Mas Roni melepaskanku dan berdiri di tepi tempat tidur. Ia
mengocok-ngocok batang penisnya yang berukuran luar biasa tersebut.
“Udah hampir setengah jam, dari tadi aku terus yang
aktif, capek nih. Sekarang ganti kamu dong Ri yang aktif..!” kata Mas Roni.
“Aku nggak bisa, Mas. Lagian aku masih takuut..!”
jawabku dengan malu-malu.
“Oke kalau gitu pegang aja iniku, please, aku
mohon, Ri..!” ujarnya sambil menyodorkan batang penis besar itu ke hadapanku.
Dengan malu-malu kupegang batang yang keras dan
berotot itu. Lagi-lagi dadaku berdebar-debar dan darahku berdesir ketika
tanganku mulai memegang penis Mas Roni. Sejenak aku sempat membayangkan,
bagaimana nikmatnya jika penis yang besar dan keras itu dimasukkan ke lubang
vagina perempuan.
“Besaran mana dengan milik suamimu Ri..?” goda Mas
Roni.
Aku tidak menjawab walau dalam hati aku mengakui,
penis Mas Roni jauh lebih besar dan lebih panjang dibanding milik suamiku.
“Diapakan nih Mas..? Sumpah aku nggak bisa
apa-apa,” kataku sambil menggenggam batang penis Mas Roni.
“Oke, biar gampang, dikocok aja, sayang.
Bisakan..?” jawab Mas Roni lembut.
Dengan dada berdegup kencang, kukocok perlahan-lahan
penis yang besar milik Mas Roni.
Ada sensasi tersendiri ketika aku mulai
mengocok buah zakar Mas Roni yang sangat besar tersebut. Gila, tanganku hampir
tidak cukup menggenggamnya. Aku berharap dengan kukocok penisnya, sperma Mas
Roni cepat muncrat, sehingga ia tidak dapat berbuat lebih jauh terhadap diriku.
Mas Roni yang kini telentang di sampingku
memejamkan matanya ketika tanganku mulai naik-turun mengocok batang zakarnya.
Napasnya mendengus-dengus, tanda kalau nafsunya mulai meningkat lagi. Aku sendiri
juga terangsang melihat tubuh tinggi besar di hadapanku seperti tidak berdaya
dikuasai rasa nikmat. Tiba-tiba ia memutar tubuhnya, sehingga kepalanya kini
tepat berada di selangkanganku, sebaliknya kepalaku juga menghadap tepat di
selangkangannya. Mas Roni kembali melumat lubang kemaluanku. Lidahnya
menjilat-jilat tanpa henti di rongga vaginaku. Sementara aku sendiri masih
terus mengocok batang zakar Mas Roni dengan tanganku.
Kini, kami berdua berkelejotan, sementara napas
kami juga semakin memburu. Setelah itu Mas Roni beranjak, lalu dengan cepat ia
menindihku. Dari kaca lemari yang terletak di sebelah tempat tidur, aku dapat
melihat tubuh rampingku seperti tenggelam di kasur busa ketika tubuh Mas Roni
yang tinggi besar tersebut mulai menindihku. Dadaku deg-degan melihat adegan
kami melalui kaca lemari itu. Gila, kini aku yang telanjang digumuli oleh
lelaki yang juga sedang telanjang, dan lelaki itu bukan suamiku.
Mas Roni kembali melumat bibirku. Kali ini teramat
lembut. Gila, aku bahkan tanpa malu lagi mulai membalas ciumannya. Lidahku
kujulurkan untuk menggelitik rongga mulut Mas Roni. Mas Roni terpejam merasakan
seranganku, sementara tangan kekarnya masih erat memeluk tubuhku, seperti tidak
akan dilepaskan lagi.
Bermenit-menit kami terus berpagutan saling memompa
birahi masing-masing. Peluh kami mengucur deras dan berbaur di tubuhku dan
tubuh Mas Roni. Dalam posisi itu tiba-tiba kurasakan ada benda yang kenyal
mengganjal di atas perutku. Ohh, aku semakin terangsang luar biasa ketika
kusadari benda yang mengganjal itu adalah batang kemaluan Mas Roni.
Tiba-tiba
kurasakan batang zakar itu mengganjal tepat di bibir lubang kemaluanku. Rupanya
Mas Roni nekat berusaha memasukkan batang penisnya ke vaginaku. Tentu saja aku
tersentak.
“Mas.. Jangan dimasukkan..! Jangan dimasukkan..!”
kataku sambil tersengal-sengal menahan nikmat.
Aku tidak tahu apakah permintaanku itu tulus, sebab
di sisi hatiku yang lain sejujurnya aku juga ingin merasakan betapa nikmatnya
ketika batang kemaluan yang besar itu masuk ke lubang vaginaku.
“Oke.. kalau nggak boleh dimasukkan,
kugesek-gesekkan di bibirnya saja, yah..?” jawab Mas Roni juga terengah-engah.
Kemudian Mas Roni kembali memasang ujung penisnya
tepat di celah kamaluanku. Sungguh aku deg-degan luar biasa ketika merasakan
kepala penis itu menyentuh bibir vaginaku. Namun karena batang zakar Mas Roni
memang berukuran super besar, Mas Roni sangat sulit memasukannya ke dalam celah
bibir vaginaku. Padahal, jika aku bersetubuh dengan suamiku, penis suamiku
masih terlalu kekecilan untuk ukuran lubang senggamaku.
Setelah sedikit dipaksa, akhirnya ujung kemaluan
Mas Roni berhasil menerobos bibir kemaluanku. Ya ampun, aku menggeliat hebat
ketika ujung penis besar itu mulai menerobos masuk. Walaupun mulanya sedikit
perih, tetapi selanjutnya rasa nikmatnya sungguh tiada tara. Seperti janji Mas
Roni, penisnya yang berkukuran jumbo itu hanya digesek-gesekkan di bibir vagina
saja. Meskipun hanya begitu, kenikmatan yang kurasa benar-benar membuatku
hampir teriak histeris. Sungguh batang zakar besar Mas Roni itu luar biasa
nikmatnya.
Mas Roni terus menerus memaju-mundurkan batang
penis sebatas di bibir vagina. Keringat kami berdua semakin deras mengalir,
sementara mulut kami terus berpagutan.
“Ayoohh.., ngoommoong Saayaang, giimaanna
raasaanyaa..?” kata Mas Roni tersengal-
sengal.
“Oohh.., teerruss.. Maass.. teeruuss..!” ujarku
sama-sama tersengal.
Entah bagaimana awal mulanya, tiba-tiba kurasakan
batang kemaluan yang besar itu telah amblas semua ke vaginaku. Bless..,
perlahan tapi pasti batang penis yang besar itu melesak ke dalam lubang
kemaluanku. Vaginaku terasa penuh sesak oleh batang penis Mas Roni yang
sangat-sangat besar itu.
“Lohh..? Mass..! Dimaassuukiin seemmua yah..?”
tanyaku.
“Taangguung, Saayang. Aku nggak tahhann..!” ujarnya
dengan terus memompa vaginaku
secara perlahan.
Entahlah, kali ini aku tidak protes. Ketika batang
penis itu amblas semua di vaginaku, aku hanya dapat terengah-engah dan
merasakan kenikmatan yang kini semakin tertahankan.
Begitu besarnya penis Mas
Roni, sehingga lubang vaginaku terasa sangat sempit. Sementara karena tubuhnya
yang berat, batang penis Mas Roni semakin tertekan ke dalam vaginaku dan
melesak hingga ke dasar rongga vaginaku. Sangat terasa sekali bagaimana rasanya
batang zakar menggesek-gesek dinding vaginaku.
Tanpa sadar aku pun mengimbangi genjotan Mas Roni
dengan menggoyangkan pantatku. Kini tubuh rampingku seperti timbul-tenggelam di
atas kasur busa ditindih oleh tubuh besar Mas Roni. Semakin lama, genjotan Mas
Roni semakin cepat dan keras, sehingga badanku tersentak-sentak dengan hebat.
Clep.., clep.., clep.., clep.., begitulah bunyi batang zakar Mas Roni yang
terus memompa selangkanganku.
“Teerruss Maass..! Aakuu.. nggaak.. kuuaatt..!”
erangku berulang-ulang.
Sungguh inilah permainan seks yang paling nikmat
yang pernah kurasakan. Aku sudah tidak berpikir lagi tentang kesetiaan terhadap
suamiku. Mas Roni benar-benar telah menenggelamkanku dalam gelombang
kenikmatan. Persetan, toh suamiku sendiri sering berkhayal aku disetubuhi
lelaki lain.
Tidak berapa lama kemudian, aku merasakan rasa
nikmat yang luar biasa di sekujur tubuhku. Badanku menggelepar-gelepar di bawah
gencetan tubuh Mas Roni. Seketika itu seperti tidak sadar, kucium lebih berani
bibir Mas Roni dan kupeluk erat-erat.
“Mmaass.. aakkuu.. haampiirr.. oorrgaassmmee..!”
desahku ketika aku hampir menggapai puncak kenikmatan.
Tahu kalau aku hampir orgasme, Mas Roni semakin
kencang menghunjam-hunjamkan batang kejantanannya ke selangkanganku. Saat itu
tubuhku makin meronta-ronta di bawah dekapan Mas Roni yang sangat kuat.
Akibatnya, tidak lama kemudian aku benar-benar klimaks!
“Kaalauu.. uudahh.. orrgassme.. ngoommoong..
Saayaang.. biaarr.. aakuu.. ikuut.. puuaass..!” desah Mas Roni.
“Oohh.. aauuhh.. aakkuu.. klimaks.. Maass..!”
jawabku.
Seketika dengan refleks tangan kananku menjambak
rambut Mas Roni, sedangkan tangan kiriku memeluknya erat-erat. Pantatku
kunaikkan ke atas agar batang kemaluan Mas Roni dapat menancap
sedalam-dalamnya.
Setelah kenikmatan puncak itu, tubuhku melemas
dengan sendirinya. Mas Roni juga menghentikan genjotannya.
“Aku belum keluar, Sayang. Tahan sebentar, ya..!
Aku terusin dulu,” ujarnya lembut sambil mencium pipiku.
Gila, aku bisa orgasme walaupun posisiku di bawah.
Padahal jika dengan suamiku, untuk orgasme aku harus berposisi di atas dulu.
Tentu ini karena Mas Roni yang jauh lebih perkasa dibanding suamiku, selain
batangannya yang memang sangat besar dan nikmat luar biasa untuk vagina
perempuan.
Meskipun kurasakan sedikit ngilu, kubiarkan Mas
Roni memompa terus lubang vaginaku. Karena lelah, aku pasif saja ketika Mas
Roni masih terus menggumuliku. Tanpa perlawanan, kini badanku yang kecil dan
ramping benar-benar tenggelam ditindih tubuh besar Mas Roni.
Clep.. clep..
clep.. clep. Kulirik ke bawah melihat kemaluanku yang tengah dihajar batang
kejantanan Mas Roni. Gila, vaginaku dimasuki penis sebesar itu. Dan lebih gila
lagi, batang zakar besar seperti itu ternyata nikmatnya tidak terkira.
Mas Roni semakin lama semakin kencang memompakan
penisnya. Sementara mulutnya tidak henti-hentinya menciumi pipi, bibir dan buah
dadaku. Mendapat rangsangan tanpa henti seperti itu tiba-tiba nafsuku bangkit
kembali. Kurasakan kenikmatan merambat lagi dari selangkanganku yang dengan
kencang dipompa Mas Roni. Maka aku balik membalas ciuman Mas Roni, sementara
pantatku kembali kuputar-putar mengimbangi penis Mas Roni yang masih perkasa
menusuk-nusuk lubang kemaluanku.
“Kaamuu ingiin.. lagii.. Rii..?” tanya Mas Roni.
“Eehh..” hanya itu jawabku.
Kini kami kembali menggelepar-gelepar bersama.
Tiba-tiba Mas Roni bergulung, sehingga posisinya
kini berbalik, aku di atas, Mas Roni di bawah.
“Ayoohh gaannttii..! Kaammuu yang di atass..!” kata
Mas Roni.
Dengan posisi di atas tubuh Mas Roni, pantatku
kuputar-putar, maju-mundur, kiri-kanan, untuk mengocok batang penis Mas Roni
yang masih mengacung di lubang vaginaku. Dengan agak malu-malu aku juga ganti
menjilat leher dan puting Mas Roni. Mas Roni yang telentang di bawahku hanya
dapat merem-melek karena kenikmatan yang kuberikan.
“Tuuh.., biisaa kaan..! Kaatanya taa.. dii..
nggak.. bisaa..,” ujar Mas Ronie sambil balas menciumku dan meremas-remas buah
dadaku.
Hanya selang lima menit setelah aku berada di atas,
lagi-lagi kenikmatan luar biasa datang menderaku. Aku semakin kuat
menghunjam-hunjamkan vaginaku ke batang penis Mas Roni. Tubuhku yang ramping
semakin erat mendekap Mas Roni. Aku juga semakin liar membalas ciuman Mas Roni.
“Maass.. aakuu.. haampiir.. orgasmee.. laggii..
Maass..!” kataku terengah-engah.
Tahu kalau aku akan orgasme kedua kalinya, Mas Roni
langsung bergulung membalikku, sehingga aku kembali di bawah. Dengan napas yang
terengah-engah, Mas Roni yang telah berada di atas tubuhku semakin cepat
memompa selangkanganku. Tak ayal lagi, rasa nikmat tiada tara terasa di sekujur
tubuhku. Lalu rasa nikmat itu seperti mengalir dan berkumpul ke selangkanganku.
Mas Roni kupeluk sekuat tenaga, sementara napasku semakin tidak menentu.
“Kalauu maau orgasmee ngomong Sayang, biaar
leepass..!” desah Mas Roni.
Karena tidak kuat lagi menahan nikmat, aku pun
mengerang keras.
“Teruss.., teruss.., akuu.. orgasmee Mass..!”
desahku, sementara tubuhku masih terus
menggelepar-gelepar dalam tindihan tubuh
Mas Roni.
Belum reda kenikmatan klimaks yang kurasakan,
tiba-tiba Mas Roni mendengus-dengus semakin cepat. Tangan kekarnya mendekapku
erat-erat seperti ingin meremukkan tulang-tulangku. Ia benar-benar membuatku
tidak dapat bergerak. Napasnya terus memburu.
Genjotannya di vaginaku juga
semakin keras dan cepat. Kemudian tubuhnya bergetar hebat.
“Rii.., akuu.. maauu.. keluuarr Sayang..!” erangnya
tidak tertahankan.
Melihat Mas Roni yang hampir keluar, pantatku
kuputar-putar semakin cepat. Aku juga semakin erat memeluknya. Crot.. croot..
croot..! Sperma Mas Roni terasa sangat deras muncrat di lubang vaginaku. Mas
Roni memajukan pantatnya sekuat tenaga, sehingga batang kejantanannya
benar-benar menancap sedalam-dalamnya di lubang kemaluanku. Aku merasakan
lubang vaginaku terasa hangat oleh cairan sperma yang mengucur dari penis Mas
Roni.
Gila, sperma Mas Roni luar biasa banyaknya,
sehingga seluruh lubang vaginaku terasa basah kuyup. Bahkan karena saking
banyaknya, sperma Mas Roni belepotan hingga ke bibir vagina dan pahaku.
Berangsur-angsur gelora kenikmatan itu mulai menurun.
Untuk beberapa saat Mas Roni masih menindihku,
keringat kami pun masih bercucuran. Setelah itu ia berguling di sampingku. Aku
temenung menatap langit-langit kamar. Begitupun dengan Mas Roni. Ada sesal yang
mengendap dalam hatiku. Kenapa aku harus menodai kesetiaan terhadap
perkawinanku, itulah pertanyaan yang bertalu-talu mengetuk perasaanku.
“Maafkan aku, Ri. Aku telah khilaf dengan memaksamu
melakukan perbuatan ini,” ujar Mas Roni lirih.
Aku tidak menjawab. Kami berdua kembali termenung
dalam alam pikiran masing-masing. Bermenit-menit kemudian tidak sepatah kata
pun yang keluar dari mulut kami berdua.
Tiba-tiba Yani mengetuk pintu sambil berteriak,
“Hee, sudah siang lho.., ayo pulang..!”
Dengan masih tetap diam, aku dan Mas Roni segera
beranjak, berbenah lalu berjalan keluar kamar. Tanpa kata-kata pula Mas Roni
mengecup keningku saat pintu kamar akan kubuka.
“Hayo, lagi ngapain kok pintunya pakai ditutup
segala..?” kelakar Yani.
“Ah, nggak apa-apa kok, kita cuman ketiduran tadi.”
jawabku dengan perasaan malu.
Sementara Mas Roni hanya tersenyum.
“Tenang aja, Mbak Riri. Aku janji nggak akan
menceritakan ini ke orang lain kok..!” ujar Yani dengan masih cengengesan.
Begitulah, hingga seminggu setelah kejadian itu
rasa sesal masih mendera perasaanku. Selama itu hatiku selalu diketuk
pertanyaan, kenapa akhirnya aku harus mengkhianati suamiku. Hanya saja, ketika
mulai menginjak minggu kedua, tiba-tiba rasa sesal itu seperti menguap begitu
saja. Yang muncul dalam perasaanku kemudian adalah kerinduan pada Mas Roni.
Sungguh dadaku sering berdebar-debar lagi setiap kali kuingat kenikmatan luar
biasa yang diberikan Mas Roni saat itu. Aku selalu terbayang dengan keperkasaan
Mas Roni di atas ranjang, yang itu semua tidak dimiliki suamiku.
Maka setelah itu, kami masih sering jalan-jalan
bersama dengan Mas Roni. Bahkan hampir rutin sebulan 2 sampai 4 kali aku dan
Mas Roni selalu melepas hasrat bersama. Dan jelas itu lebih menggelora lagi
dibanding kencan kami yang pertama. Sementara untuk menyembunyikan itu semua,
aku bersikap biasa-biasa saja terhadap suamiku. Ia juga masih sering merangsang
diri dengan berfantasi aku disetubuhi lelaki lain. Tetapi ia tidak tahu,
sesungguhnya telah ada lelaki lain yang benar-benar telah menyetubuhi
isterinya. Dan aku tidak pernah bercerita padanya. Ini hanya menjadi rahasiaku
dan rahasia Mas Roni.
Begitulah pembaca, kisah awal mula perselingkuhanku
yang menjadi kenangan tersendiri hingga saat ini.
Baca juga :
No comments:
Post a Comment