Saat-saat seperti itu membuat libidoku naik. Dan
apabila aku nggak mampu menahan gairahku, aku ambil ketimun yang selalu
tersedia di dapur. Aku melakukan masturbasi sambil membayangkan bercinta dengan
seorang lelaki, yang tidak selalu suamiku sendiri, hingga meraih kepuasan.
Yang sering hadir dalam khayalan seksualku justru
Pak Parno, Pak RT di kompleks itu. Walaupun umurnya sudah di atas 55 tahun, 20
tahun di atas suamiku dan 27 tahun di atas umurku, kalau membayangkan Pak Parno
ini, aku bisa cepat meraih orgasmeku. Bahkan saat-saat aku bersebadan dengan
Mas Aditpun, tidak jarang khayalan seksku membayangkan seakan Pak Parnolah yang
sedang menggeluti aku.
Aku nggak tahu kenapa. Tetapi memang aku akui,
selama ini aku selalu membayangkan kemaluan lelaki yang gedee banget. Nafsuku
langsung melonjak kalau khayalanku nyampai ke sana. Dari tampilan tubuhnya yang
tetap kekar dan kokoh walaupun tua, aku bayangkan kontol Pak Parno juga kekar
dan kokoh. Gede, panjang dan pasti tegar dilingkari dengan urat-urat di
sekeliling batangnya. Ooohh.., betapa nikmatnya dientot kontol macam itu ..
Di kompleks itu, di antara ibu-ibu atau
istri-istri, aku merasa akulah yang paling cantik. Dengan usiaku yang 28 tahun,
tinggi 158 cm dan berat 46 kg, orang-orang bilang tubuhku sintal banget. Mereka
bilang aku seperti Sarah Ashari, selebrity cantik yang binal adik dari Ayu
Ashari bintang sinetron. Apalagi kalau aku sedang memakai celana jeans dengan
blus tipis yang membuat buah dadaku yang cukup besar membayang. Hatiku selangit
mendengar pujian mereka ini..
Pada suatu ketika, tetangga kami punya hajatan,
menyunatkan anaknya. Biasa, kalau ada tetangga yang punya kerepotan, kami se-RT
rame-rame membantu. Apa saja, ada yang di dapur, ada yang ngurus pelaminan, ada
yang bikin hiasan atau menata makanan dan sebagainya. Aku biasanya selalu
kebagian bikin pelaminan. Mereka tahu aku cukup berbakat seni untuk membuat
dekorasi pelaminan itu. Mereka selalu puas dengan hasil karyaku.
Aku menggunakan bahan-bahan dekorasi yang biasanya
aku beli di Pasar Senen. Pagi itu ada beberapa bahan yang aku butuhkan belum
tersedia. Di tengah banyak orang yang pada sibuk macam-macam itu, aku bilang
pada Mbak Surti, yang punya hajatan, untuk membeli kekurangan itu.
‘Kebetulan Bu Mar, tuh Pak Parno mau ke Senen,
mbonceng saja sama dia’, Bu Kasno nyampaikan padaku sambil nunjuk Pak Parno
yang nampak paling sibuk di antara bapak-bapak yang lain.
‘Emangnya Pak Parno mau cari apaan?, aku nanya.
‘Inii, mau ke tukang tenda, milih bentuk tenda yang
mau dipasang nanti sore. Sama sekalian sound systemnya’, Pak Parno yang terus
sibuk menjawab tanpa menengok padaku.
‘Iyaa deh, aku pulang bentar ya Pak Parno, biar aku
titip kunci rumah buat Mas Adit kalau pulang nanti’. Segalanya berjalan seperti
air mengalir tanpa menjadikan perhatian pada orang-orang sibuk yang hadir
disitu.
Sekitar 10 menit kemudian, dengan celana jeans dan
blus kesukaanku, aku sudah duduk di bangku depan, mendampingi Pak Parno yang
nyopirin Kijangnya. Udara AC di mobil Pak Parno nyaman banget sesudah sepagi
itu diterpa panasnya udara Jakarta. Pelan-pelan terdengar alunan dangdut dari
radio Mara yang terdapat di mobil itu.
Saat itu aku jadi ingat kebiasaanku mengkhayal. Dan
sekarang ini aku berada dalam mobil hanya berdua dengan Pak Parno yang sering
hadir sebagai obyek khayalanku dalam hubungan seksual. Tak bisa kutahan, mataku
melirik ke arah selangkangan di bawah kemudi mobilnya. Dia pakai celana drill
coklat muda. Aku lihat di arah pandanganku itu nampak menggunung. Aku nggak
tahu apakah hal itu biasa. Tetapi khayalanku membayangkan itu mungkin kontolnya
yang gede dan panjang.
Saat aku menelan ludahku membayangkan apa di balik
celana itu, tiba-tiba tangan Pak Parno nyelonong menepuk pahaku. ‘Dik Marini
mau beli apaan? Di Senen sebelah mana?’, sambil dia sertai pertanyaan ini dengan
nada ke-bapak-an.
Dan aku bener-bener kaget lho. Aku nggak pernah
membayangkan Pak RT ini kalau ngomong sambil meraba yang di ajak ngomong.
‘Kertas emas dan hiasan dinding, Pak. Di sebelah
toko mainan di pasar inpress ituu..’, walaupun jantungku langsung berdegup
kencang dan nafasku terasa sesak memburu, aku masih berusaha se-akan-akan
tangan Pak Parno di pahaku ini bukan hal yang aneh.
Tetapi rupanya Pak Parno nggak berniat mengangkat
lagi tangannya dari pahaku, bahkan ketika dia jawab balik,
‘Ooo, yyaa.. aku tahu ..’, tangannya kembali
menepuk-nepuk dan digosok-gosokkanya pada pahaku seakan sentuhan bapak yang
melindungi anaknya.
Ooouuiihh.. aku merasakan kegelian yang sangat, aku
merasakan desakan erotik, mengingat dia selalu menjadi obyek khayalan seksualku.
Dan saat Pak Parno merabakan tangannya lebih ke atas menuju pangkal pahaku,
reaksi spontanku adalah menurunkan kembali ke bawah. Dia ulangi lagi, dan aku
kembali menurunkan. Dia ulangi lagi dan aku kembali menurunkan.
Anehnya aku hanya menurunkan, bukan menepisnya.
Yang aku rasakan adalah aku ingin tangan itu memang tidak diangkat dari pahaku.
Hanya aku masih belum siap untuk lebih jauh. Nafasku yang langsung tersengal
dan jantungku yang berdegap-degup kencang belum siap menghadapi kemungkinan yang
lebih menjurus.
Pak Parno mengalah. Tetapi bukan mengalah
bener-bener. Dia tidak lagi memaksakan tangannya untuk menggapai ke pangkal
pahaku, tetapi dia rubah. Tangan itu kini meremasi pahaku. Gelombang nikmat
erotik langsung menyergap aku. Aku mendesah tertahan. Aku lemes, tak punya daya
apa-apa kecuali membiarkan tangan Pak Parno meremas pahaku. ‘Dik Maarr..’, dia
berbisik sambil menengok ke aku.
Tiba-tiba di depan melintas bajaj, memotong jalan.
Pak Parno sedikit kaget. Otomatis tangannya melepas pahaku, meraih presnelling
dan melepas injakan gas. Kijang ini seperti terangguk. Sedikit badanku
terdorong ke depan. Selepas itu tangan Pak Parno dikonsentrasikan pada kemudi.
Jalanan ke arah Senen yang macet membuat sopir harus sering memindah
presnelling, mengerem, menginjak gas dan mengatur kemudi.
Aku senderkan tubuhku ke jok. Aku nggak banyak
ngomong. Aku kepingin tangan Pak Parno itu kembali ke pahaku. Kembali meremasi.
Dan seandainya tangan itu merangkak ke pangkal pahaku akan kubiarkan. Aku
menjadi penuh disesaki dengan birahi. Mataku kututup untuk bisa lebih menikmati
apa yang barusan terjadi dan membiarkan pikiranku mengkhayal.
Benar. Sesudah jalanan agak lancar, tangan Pak
Parno kembali ke pahaku. Aku benar-benar mendiamkannya. Aku merasakan
kenikmatan jantungku yang terpacu dan nafasku yang menyesak dipenuhi rangsangan
birahi. Langsung tangan Pak Parno meremasi pahaku. Dan juga naik-naik ke
pangkal pahaku. Tanganku menahan tangannya. Eeeii malahan ditangkapnya dan
diremasinya. Dan aku pasrah. Aku merespon remasannya. Rasanya nikmat untuk
menyerah pada kemauan Pak Parno. Aku hanya menutup mata dengan tetap bersender
di jok sambil remasan di tangan terus berlangsung.
Sekali aku nyeletuk,
‘N’tar dilihat orang Pak’,
‘Ah, nggaakk mungkin, kacanya khan gelap. Orang
nggak bisa melihat ke dalam’, aku percaya dia.
Sesudah beberapa saat rupanya desakan birahi pada
Pak Parno juga menggelora,
‘Dik Mar.. kita jalan-jalan dulu mau nggak?’, dia
berbisik ..
‘Kemana..?’, pertanyaanku yang aku sertai harapan
hatiku ..
‘Ada deh.. Pokoknya Dik Mar mau khan..’.
‘Terserah Pak Parno.., Tapinya n’tar ditungguin
orang-orang .., n’tar orang-orang curiga .. lho’.
‘Iyaa, jangan khawatirr.., paling lama sejamlah.’,
sambil Pak Parno mengarahkan kemudinya ke tepi kanan mencari belokan ke arah
balik. Aku nggak mau bertanya, mau ngapain ‘sejam’??
Persis di bawah jembatan penyeberangan dekat daerah
Galur, Pak Parno membalikkan mobilnya kembali menuju arah Cempaka Putih. Ah..
Pak Parno ini pasti sudah biasa begini.
Mungkin sama ibu-ibu atau istri-istri
lainnya. Aku tetap bersandar di jok sambil menutup mataku pura-pura tiduran.
Dengan penuh gelora dan deg-degan jantungku, aku
menghadapi kenyataan bahwa beberapa saat lagi, mungkin hanya dalam hitungan
menit, akan mengalami saat-saat yang sangat menggetarkan. Saat-saat seperti
yang sering aku khayalkan. Aku nggak bisa lagi berpikir jernih. Edan juga aku
ini.., apa kekurangan Mas Adit, kenapa demikian mudah aku menerima ajakan Pak
Parno ini. Bahkan sebelumnya khan belum pernah sekalipun selama 8 tahun
pernikahan aku disentuh apalagi digauli lelaki lain.
Yang aku rasakan sekarang ini hanyalah aku merasa
aman dekat Pak Parno. Pasti dia akan menjagaku, melindungiku. Pasti dia akan
mengahadpi aku dengan halus dan lembut. Bagaimanapun dia adalah Pak RT kami
yang selama ini selalu mengayomi warganya. Pasti dia nggak akan merusak
citranya dengan perbuatan yang membuat aku sakit atau terluka. Dan rasanya aku
ingin banget bisa melayani dia yang selama ini selalu jadi obyek khayalan
seksualku. Biarlah dia bertindak sesuatu padaku sepuasnya. Dan juga aku ingin
merasakan bagaimana dia memuaskan aku pula sesuai khayalanku.
Aku gemetar hebat. Tangan-tanganku gemetar. Lututku
gemetar. Kepalaku terasa panas. Darah yang naik ke kekepalaku membuat seakan
wajahku bengap. Dan semakin kesana, semakin aku nggak bisa mencabut
persetujuanku atas ajakan ‘jalan-jalan dulu’ Pak Parno ini.
Tiba-tiba mobil terasa membelok ke sebuah tempat.
Ketika aku membuka mata, aku lihat halaman yang asri penuh pepohonan. Di depan
mobil nampak seorang petugas berlarian menuntun Pak Parno menuju ke sebuah
garasi yang terbuka. Dia acungkan tangannya agar Pak Parno langsung memasuki
garasi berpintu rolling door itu, yang langsung ditutupnya ketika mobil telah
yakin berada di dalam garasi itu dengan benar. Sedikit gelap. Ada cahaya kecil
di depan. Ternyata lampu di atas sebuah pintu yang tertutup. Woo.. aku agak
panik sesaat. Tak ada jalan untuk mundur. Kemudian kudengar Pak Parno mematikan
mesin mobilnya.
‘Nyampai Dik Mar ..’,
‘Di mana ini Pak ..?’, terus terang aku nggak tahu
di mana tempat yang Pak Parno mengajak aku ini. Tetapi aku yakin inilah jenis
‘motel’ yang sering aku dengar dari temen-temen dalam obrolan-obrolan porno
dalam arisan yang diselenggarakan ibu-ibu kompleks itu.
Pak Parno tidak menjawab pertanyaanku, tetapi
tangannya langsung menyeberang melewati pinggulku untuk meraih setelan jok
tempat dudukku. Jok itu langsung bergerak ke bawah dengan aku tergolek di
atasnya. Dan yang kurasakan berikutnya adalah bibir Pak Parno yang langsung
mencium mulutku dan melumat. Uh uh uh .. Aku tergagap sesaat.. sebelum aku
membalas lumatannya. Kami saling melepas birahi. Aku merasakan lidahnya
menyeruak ke rongga mulutku.
Dan reflekku adalah mengisapnya. Lidah itu
menari-nari di mulutku. Bau lelaki Pak Parno menyergap hidungku. Beginilah
rasanya bau lelaki macam Pak Parno ini. Bau alami tanpa parfum sebagaimana yang
sering dipakai Mas Adit. Bau Pak RT yang telah 55 tahun tetapi tetap
memancarkan kelelakian yang selama ini selalu menyertai khayalanku saat
masturbasi maupun saat aku disebadani Mas Adit. Bau yang bisa langsung
menggebrak libidoku, sehingga nafsu birahiku lepas dengan liarnya saat ini..
Sambil melumat, tangan-tangan Pak Parno juga
merambah tubuhku. Jari-jarinya melepasi kancing-kancing blusku. Kemudian
kurasakan remasan jari kasar pada buah dadaku. Uuiihh .. tak tertahankan. Aku
menggelinjang. Menggeliat-geliat hingga pantatku naik-naik dari jok yang aku
dudukin disebabkan gelinjang nikmat yang dahsyat. Sekali lagi aku merasa edaann
.. aku digeluti Pak RT ku.
Bibir Pak Parno melumatku, dan aku menyambutnya
dengan penuh kerelaan yang total. Akulah yang sesungguhnya menantikan
kesempatan macam ini dalam banyak khayalan-khayalan erotikku. Ohh .. Pak Parnoo
.. Tolongin akuu Pakee .. Puaskanlah menikmati tubuhkuu ..Paak, .. semua ini
untuk kamu Paak .. Aku hauss .. Paak .. Tulungi akuu Paakk.
‘Kita turun yok Dik Mar .., kita masuk dulu ..’,
Pak Parno menghentikan lumatannya dan mengajak aku memasuki motel ini.
Begitu masuk kudengar telpon berdering. Rupanya
dari kantor motel itu. Pak Parno menanyakan aku mau minum apa, atau makanan apa
yang aku inginkan yang bisa diantar oleh petugas motel ke kamar. Aku terserah
Pak Parno saja. Aku sendiri buru-buru ke kamar kecil yang tersedia. Aku kebelet
pengin kencing.
Saat kembali ke peraduan kulihat Pak Parno sudah
telentang di ranjang. Agak malu-malu aku masuk ke kamar tidur ini, apalagi setelah
melihat sosok tubuh Pak Parno itu. Dia menatapku dari ekor matanya, kemudian
memanggil,
‘Sini Dik Mar .. ‘, uh uh .. Omongan seperti itu ..
masuk ketelingaku pada saat macam begini ..aku merasakan betapa sangat
terangsang seluruh syaraf-syaraf libidoku. Aku, istri yang sama sekali belum
pernah disentuh lelaki lain kecuali suamiku, hari ini dengan edannya berada di
kamar motel dengan seseorang, yaitu Pak Parno, yang Pak RT kompleks rumahku,
yang bahkan jauh lebih tua dari suamiku, bahkan hampir 2 kali usiaku sendiri.
Dan panggilanya yang ..’Sini Dik Mar’, itu .. terasa sangat erotis di
telingaku.
Aku inilah yang disebut istri nyeleweng. Aku inilah
istri yang selingkuh..uh uh uh .. Kenapa begitu dahsyat birahi yang melandaku
kini. Birahi yang didongkrak oleh pengertiannya akan makna selingkuh dan aku
tetap melangkah ke dalamnya. Birahi yang dibakar oleh pengertian nyeleweng dan
aku terus saja melanggarnya. Uhh .. aku nggak mampu menjawab semuanya kecuali
rasa pasrah yang menjalar ..
Dan saat aku rubuh ke ranjang itu, yang kemudian
dengan serta merta Pak Parno menjemputku dengan dekapan dan rengkuhan di
dadanya, aku sudah benar-benar tenggelam dalam pesona dahsyatnya istri yang
nyeleweng dan selingkuh, yang menunggu saat-saat lanjutannya yang akan dipenuhi
kenikmatan dan gelinjang yang pasti sangat hebat bagi istri penyeleweng pemula
macam aku ini.
‘Dik Mar .. Aku sudah lama merindukan Dik Mar ini.
Setiap kali aku lihat itu gambar bintang film Sarah Ashari yang sangat mirip
Dik Mar .. Hatiku selalu terbakar .. Kapann aku bisa merangkul Dik Mar macam
ini ..’.
Bukan main ucapan Pak Parno. Telingaku merasakan
seperti tersiram air sejuk pegunungan. Berbunga-bunga mendengar pujian macam
itu. Dan semakin membuat aku rela dan pasrah untuk digeluti Pak Parno yang gagah
ini. Pak Parnoo ..Kekasihkuu.. Dia balik dan tindih tubuhku.
Dia langsung melahap mulutku yang gelagapan
kesulitan bernafas. Dia masukkan tangannya ke blusku. Dirangkulinya tubuhku,
ditekankannya bibirnya lebih menekan lagi. Disedotnya lidahku. Disedotnya
sekaligus juga ludahku. Sepertinya aku dijadikan minumannya. Dan sungguh aku
menikmati kegilaannya ini.
Kemudian tangannya dia alihkan, meremasi kedua
susuku yang kemudian dilepaskannya pula. Ganti bibirnyalah yang menjemput
susuku dan puting-putingnya. Dia jilat dan sedotin habis-habisan. Dan yang
datang padaku adalah gelinjang dari saraf-sarafku yang meronta. Aku nggak mampu
menahan gelinjang ini kecuali dengan rintihan yang keluar dari mulutku ..Pakee
..Pakee .. Pakee ..ampun nikmattnya Pakee..
Tangannya yang lepas dari susuku turun untuk meraih
celana jeansku. Dilepasi kancing celanaku dan dibuka resluitingnya. Tangannya
yang besar dan kasar itu mendorongnya hingga celanaku merosot ke paha. Kemudian
tangan itu merogoh celana dalamku.
Aaaiiuuhh.. tak terperikan kenikmatan yang
mendatangi aku. Aku tak mampu menahan getaran jiwa dan ragaku. Saat-saat
jari-jari kasar itu merabai bibir kemaluanku dan kemudian meremasi kelentitku
..aku langsung melayang ke ruang angkasa tak bertepi. Kenikmatan .. sejuta kenikmatan
.. ah .. Selaksa juta kenikmatan Pak Parno berikan padaku lewat jari-jari
kasarnya itu.
Jari-jari itu juga berusaha menusuk lubang
vaginaku. Aku rasakan ujungnya-unjungnya bermain di bibir lubang itu. Cairan
birahiku yang sudah menjalar sejak tadi dia toreh-toreh sebagai pelumas untuk
memudahkan masuknya jari-jarinya menembusi lubang itu.
Dengan bibir yang terus melumati susuku dan
tangannya merangsek kemaluanku dengan jari-jarinya yang terus dimainkan di
bibir lubang vaginaku ..Ohh.. kenapa aku ini ..Ooohh.. Mas Adit .. maafkanlah
akuu .. Ampunilahh .. istrimu yang nggak mampu mengelak dari kenikmatan tak
bertara ini .. ampunilah Mas Adit .. aku telah menyelewengg .. aku nggak mampuu
maass ..
Pak Parno terus menggumuli tubuhku. Blusku yang
sudah berantakan memudahkan dia merangsek ke ketiakku. Dia jilati dan sedoti
ketiakku. Dia nampak sekali menikmati rintihan yang terus keluar dari bibirku.
Dia nampaknya ingin memberikan sesuatu yang nggak pernah aku dapatkan dari
suamiku. Sementara jari-jarinya terus menusuki lubang vaginaku.
Dinding-dindingnya yang penuh saraf-saraf peka birahi dia kutik-kutik, hingga
aku serasa kelenger kenikmatan. Dan tak terbendung lagi, cairan birahiku
mengalir dengan derasnya.
Yang semula satu jari, kini disusulkan lagi jari lainnya.
Kenikmatan yang aku terimapun bertambah. Pak Parno tahu persis titik-titik
kelemahan wanita. Jari-jarinya mengarah pada G-spotku. Dan tak ayal lagi. Hanya
dengan jilatan di ketiak dan kobokan jari-jari di lubang vagina aku tergiring
sampai titik dimana aku nggak mampu lagi membendungnya. Untuk pertama kali
disentuh lelaki yang bukan suamiku, Pak Parno berhasil membuatku orgasme.
Saat orgasme itu datang, kurangsek balik Pak Parno.
Kepalanya kuraih dan kuremasi rambutnya. Kupeluk tubuhnya erat-erat dan
kuhunjamkan kukuku ke punggungnya. Aku nggak lagi memperhitungkan bagaimana
luka dan rasa sakit yang ditanggung Pak Parno. Pahaku menjepit tangannya,
sementara pantatku mengangkat-angkat menjemputi tangan-tangan itu agar jarinya
lebih meruyak ke lubang vaginaku yang sedang menanggung kegatalan birahi yang
amat sangat. Tingkahku itu semua terus menerus diiringi racau mulutku.
Dan saat orgasme itu memuncratkan cairan birahiku
aku berteriak histeris. Tangan-tanganku menjambret apa saja yang bisa kuraih.
Bantalan ranjang itu teraduk. Selimut tempat tidur itu terangkat lepas dan
terlempar ke lantai. Kakiku mengejang menahan kedutan vaginaku yang memuntahkan
spermaku. “Sperma” perempuan yang berupa cairan-cairan bening yang keluar dari
kemaluannya. Keringatku yang mengucur deras mengalir ke mataku, ke pipiku,
kebibirku. Kusibakkan rambutku untuk mengurangi gerahnya tubuhku dalam kamar
ber AC ini.
Saat telah reda, kurasakan tangan Pak Parno
mengusap-usap rambutku yang basah sambil meniup-niup dengan penuh kasih sayang.
Uh .. Dia yang ngayomi aku. Dia eluskan tangannya, dia sisir rambutku dengan
jari-jarinya. Hawa dingin merasuki kepalaku. Dan akhirnya tubuhku juga mulai
merasai kembali sejuknya AC kamar motel itu.
‘Dik Mar, Dik Mar hebat banget yaa hh.. Istirahat
dulu yaa..?!, Saya ambilkan minum dulu yaahh ..’, suara Pak Parno itu terasa
menimbulkan rasa yang teduh. Aku nggak kuasa menjawabnya. Nafasku masih
ngos-ngosan. Aku nggak pernah menduga bahwa aku akan mendapatkan kenikmatan
sehebat ini.
Kamar motel ini telah menyaksikan bagaimana aku
mendapatkan kenikmatan yang pertama kalinya saat aku menyeleweng dari
kesetiaanku pada Mas Adit suamiku untuk disentuhi dan digumuli oleh Pak Parno,
Pak RT kampungku, yang bahkan juga sering jadi lawan main catur suamiku di
saat-saat senggang. Mas Adit .. Ooohh .. maass ..maafkanlah aakuu .. maass..
Sementara aku masih terlena di ranjang dan menarik
nafas panjang sesudah orgasmeku tadi, Pak Parno terus menciumi dan
ngusel-uselkan hidungnya ke pinggulku, perutku. Bahkan lidah dan bibirnya
menjilati dan menyedoti keringatku. Tangannya tak henti-hentinya merabai
selangkanganku. Aku terdiam. Aku perlu mengembalikan staminaku.
Mataku memandangi langit-langit kamar motel itu.
Menembusi atapnya hingga ke awang-awang. Kulihat Mas Adit sedang sibuk di depan
meja gambarnya, sebentar-sebentar stip Staedler-nya menghapus garis-garis
potlod yang mungkin disebabkan salah tarik.
Mungkin semua ini hanyalah soal perlakuan. Hanyalah
perlakuan Mas Adit yang sepanjang perkawinan kami tidak sungguh-sungguh
memperhatikan kebutuhan biologisku. Lihat saja Pak Parno barusan, hanya dengan
lumatan bibirnya pada ketiakku dan kobokkan jari-jarinya yang menari-nari di
kemaluanku, telah mampu memberikan padaku kesempatan meraih orgasmeku.
Sementara kamu Mas, setiap kali kamu menggumuliku segalanya berjalan terlampau
cepat, seakan kamu diburu-buru oleh pekerjaanmu semata. Kamu peroleh kepuasanmu
demikian cepat.
Sementara saat nafsuku tiba dengan menggelegak, Mas
Adit sudah turun dari ranjang dengan alasan ada yang harus diselesaikan, si anu
sudang menunggu, atau si anu besok mau pergi dan sebagainya. Kamu ternyata
sekali sangat egois. Kamu biarkan aku tergeletak menunggu sesuatu yang tak
pernah datang. Menunggu Mas Adit yang hanya memikirkan kebutuhannya sendiri.
Yang aku nggak tahu kapan itu datangnya .. Sepertinya aku menunggu Godotku ..,
menunggu sesuatu yang aku tahu nggak akan pernah datang padaku ..
‘Dik Marni capek ya ..’, bisikkan Pak Parno
membangunkan aku dari lamunan.
‘Nggak Pak. Lagi narik napas saja .. Tadi koq
nikmat banget yaa .., sedangkan Pak Parno belum ngapa-apain padaku .. Pakee ..
Pak Parno juga hebat lhoo .. Baru di utik-utik saja aku sudah kelabakkan .. Hi
hi hi ..’, aku berusaha membesarkan hati Pak Parno yang telah memberikan
kepuasan tak terhingga ini.
Rupanya Pak Parno hanya ingin nge-cek bahwa aku
nggak tertidur. Dengan jawabanku tadi dengan penuh semangat dia turun dari
ranjang. Dia lepasin sendiri kemejanya, celana panjangnya dan kemudian celana
dalamnya. Baru pertama kali ini aku melihat lelaki lain telanjang bulat di
depanku selain Mas Adit suamiku. Wuuiihh .. aku sangat tergetar menyaksikan
tubuh Pak Parno.
Pada usianya yang lebih dari 55 tahun itu, sungguh
Pak Parno memiliki tubuh yang sangat seksi bagi para wanita yang memandangnya.
Bahunya bidang. Lengannya kekar, dengan otot-otot yang kokoh. Perutnya nggak
nampak membesar, rata dengan otot-otot perut yang kencang, seperti papan
penggilasan.
Bukit dadanya yang kokoh, dengan dua putting susu
besar kecoklatan, sangat menantang menunggu gigitan dan jilatan
perempuan-perempuan binal. Dari tampilan tubuhnya yang kekar dan macho ini, aku
lihat Pak Parno adalah sosok penggemar olahraga yang fanatik. Otot-otot di
tubuhnya menunjukkan dia sukses berolahraga selama ini.
Pandanganku terus meluncur ke bawah. Dan yang
paling membuatku serasa pingsan adalah .. kontolnya .. Aku belum pernah melihat
kontol lelaki lain .. Kontol Pak Parno sungguh-sungguh merupakan kontol yang
sangat mempesona dalam pandanganku saat ini.
Kontol itu besar, panjang, keras hingga nampak
kepalanya berkilatan dan sangat indah. Kepalanya yang tumpul seperti helm
tentara Nazi, sungguh merupakan paduan erotis dan powerful. Sangat menantang.
Dengan sobekan lubang kencing yang gede, kontol itu seakan menunggu mulut atau
kemaluan para perempuan yang ingin melahapnya.
Sesudah telanjang Pak Parno juga menarik pakaianku,
celana jeansku yang sedari tadi masih di separoh kakiku, kemudian blus serta
kutangku dilepasnya. Kini aku dan Pak Parno sama-sama telanjang bulat. Pak
Parno rebah di antara pahaku. Dia langsung nyungsep di selangkanganku. Lidahnya
menjilati kemaluanku. Waduuiihh .. Ampunn .. Kenapa cara begini ini nggak
pernah aku dapatkan dari Mas Aditt ..
Lidah kasar Pak Parno menusuk dan menjilati
vaginaku. Bibir-bibir kemaluanku disedotinya. Ujung lidahnya berusaha menembusi
lubang vaginaku. Pelan-pelan nafsuku terpancing kembali. Lidah yang menusuk
lubang vaginaku itu membuat aku merasakan kegatalan yang hebat.
Tanpa kusadari tanganku menyambar kepala Pak Parno
dan jariku meremasi kembali rambutnya sambil mengerang dan mendesah-desah untuk
kenikmatan yang terus mengalir. Tanganku juga menekan-nekan kepala itu agar
tenggelam lebih dalam ke selangkanganku yang makin dilanda kegatalan birahi
yang sangat. Pantatku juga ikut naik-naik menjemput lidah di lubang vaginaku
itu.
Tak lama kemudian, Pak Parno memindahkan dan
mengangkat kakiku untuk ditumpangkan pada bahunya. Posisi seperti itu merupakan
posisi yang paling mudah bagi Pak Parno maupun bagi aku. Dengan sedikit tenaga
aku bisa mendesak-desakkan kemaluanku ke mulut Pak Parno, dan sebaliknya Pak
Parno tidak kelelahan untuk terus menciumi kemaluanku. Terdengar suara kecipak
mulut Pak yang beradu dengan bibir kemaluanku. Dan desahan Pak Parno dalam
merasakan nikmatnya kemaluanku tak bisa disembunyikan.
Posisi ini membuat kegatalan birahiku semakin tak
terhingga hingga membuat aku menggeliat-geliat tak tertahankan. Pak Parno sibuk
memegang erat-erat kedua pahaku yang dia panggul. Aku tidak mampu berontak dari
pegangannya. Dan sampai pada akhirnya dimana Pak Parno sendiri juga tidak
tahan. Rintihan serta desahan nikmat yang keluar dari mulutku merangsang nafsu
birahi Pak Parno tidak bisa terbendung.
Sesudah menurunkan kakiku, Pak Parno langsung
merangkaki tubuhku. Digenggamnya kontolnya, diarahkan secara tepat ke lubang
kemaluanku. Aku sungguh sangat menunggu detik-detik ini. Detik-detik dimana
bagiku untuk pertama kalinya aku mengijinkan kontol orang lain selain suamiku
merambah dan menembus memekku.
Seluruh tubuhku kembali bergetar, seakan terlempar
ke-awang-awang. Sendi-sendiku bergetar
.. menunggu kontol Pak Parno menembus
kemaluanku .. Aku hanya bisa pasrah
.. Aku nggak mampu lagi menghindar dari
penyelewengan penuh nikmat ini .. Maafin aku Mas Adit ..
Aku menjerit kecil saat kepala tumpul yang bulat
gede itu menyentuh dan langsung mendorong bibir vaginaku. Rasa kejut
saraf-saraf di bibir vaginaku langsung bereaksi. Saraf-saraf itu menegang dan
membuat lubang vaginaku menjadi menyempit. Dan akibatnya seakan tidak
mengijinkan kontol Pak Parno itu menembusnya. Dan itu membuat aku penasaran,
‘Santai saja Mar, biar lemesan..’, terdengar
samar-samar suara Pak Parno di tengah deru hawa nafsuku yang menyala-nyala.
‘Pakee .. Pakee .. ayyoo .. Pakee tulungi saya
Pakee .. Puas-puasin ya Pakee.. Saya serahin seluruh tubuh saya untuk Pakee
..’, kedengerannya aku mengemis minta dikasihani.
‘Iyaa Dik Marr .. Sebentar yaa Dik Marr ..’, suara
Pak Parno yang juga diburu oleh nafsu birahinya sendiri.
Kepala helm tentara itu akhirnya berhasil menguak
gerbangnya. Bibir vaginaku menyerah dan merekah. Menyilahkan kontol Pak Parno
menembusnya. Bahkan kini vaginakulah yang aktif menyedotnya, agar seluruh
batang kontol gede itu bisa dilahapnya.
Uuhh .. aku merasakan nikmat desakan batang yang
hangat panas memasuki lubang kemaluanku. Sesak. Penuh. Tak ada ruang dan celah
yang tersisa. Daging panas itu terus mendesak masuk. Rahimku terasa
disodok-sodoknya. Kontol itu akhirnya mentok di mulut rahimku.
Terus terang belum pernah se-umur-umurku rahimku
ngrasain disentuh kontol Mas Adit. Dengan sisa ruang yang longgar, kontol
suamiku itu paling-paling menembus ke vaginaku sampai tengahnya saja. Saat dia
tarik maupun dia dorong aku tidak merasakan sesak atau penuh seperti sesak dan
penuhnya kontol Pak Parno mengisi rongga vaginaku saat ini.
Kemudian Pak Parno mulai melakukan pemompaan.
Ditariknya pelan kemudian didorongnya. Ditariknya pelan kembali dan kembali
didorongnya. Begitu dia ulang-ulangi dengan frekewnsi yang makin sering dan
makin cepat. Dan aku mengimbangi secara reflek. Pantatku langsung pintar. Saat
Pak Parno menarik kontolnya, pantatku juga menarik kecil sambil sedikit ngebor.
Dan saat Pak Parno menusukkan kontolnya, pantatku cepat menjemputnya disertai
goyangan igelnya.
Demikian secara beruntun, semakin cepat, semakin
cepat, cepat, cepat, cepat, cepat, cepaatt ..ceppaatt. Payudaraku
bergoncang-goncang, rambutku terburai, keringatku, keringat Pak Parno mengalir
dan berjatuhan di tubuh masing-masing, mataku dan mata Pak Parno sama-sama
melihat keatas dengan menyisakan sedikit putih matanya.
Goncangan makin cepat itu juga membuat ranjang
kokoh itu ikut berderak-derak. Lampu-lampu nampak bergoyang, semakin kabur,
kabur, kabur. Sementara rasa nikmat semakin dominan. Seluruh gerak, suara,
nafas, bunyi, desah dan rintih hanyalah nikmat saja isinya.
‘Mirnaa .. Ayyoo.. Enakk nggak kontol padee Mirr,
enak yaa.. enak Mirr .. ayyoo bilangg enak mana sama kontol si Adit .. Ayoo
Mirr enak mana sama kontol suamimu ayoo bilangg ayyoo enakan manaa ..’, Pak
Parno meracau.
‘Pakee .. enhaakk.. pakee.. Enhakk kontol pakee ..
Panjangg .. Uhh gedhee bangett .. pakee..
Enakan kontol Pak Parnoo ..’.
Posisi nikmat ini berlangsung bermenit-menit. Tanpa
terasa pergumulan birahi ini sudah berjalan lebih dari 1 jam. Suasana erotis
tampak sangat indah dan menonjol. Erangan dan desahan erotik keluar
bersahut-sahutan dar mulut kami. Kulihat tubuh kekar Pak Parno tampak
berkilatan karena keringatnya. Dan hal itu membuat Pak Parno jauh terlihat
seksi di
mataku.
Kulihat keringatnya mengalir dari lehernya, terus
ke dada bidangnya, dan akhirnya ke tonjolan otot di perutnya. Dengan gemas
kupermainkan putting susunya yang bekilatan itu. Kugigiti, kujilati,
kuremas-remas. Dan Pak Parno yang merasakan itu, tambah buas gerakannya.
Sodokan kontolnya tambah kencang di memekku dan kurasakan tangan-tangannya yang
kasar merambahi payudaraku.
Pada akhirnya, setelah hampir 2 jam kami bercinta,
aku mendapat orgasmeku 2 kali secara berturut-turut. Itu yang ibu-ibu sering
sebut sebagai multi orgasme. Bukan mainn .. hanya dari Pak Parno aku bisa
meraih multi orgasmeku inii .. Oohh Pak Parnoo.. terima kasihh .. Pak Parno mau
memuaskan akuu.. Sekarangg ayoo .. Pakee biar aku yang memuaskan kamuu .. 10
menit kemudian…
Dan kontol Pak Parno aku rasakan berdenyut keras
dan kuat sekali.. Kemudian menyusul denyut-denyut berikutnya. Pada setiap
denyutan aku rasakan vaginaku sepertinya disemprot air kawah yang panas. Sperma
Pak Parno berkali-kali muntah di dalam vaginaku.
Uhh .. Aku jadi lemess bangett .. Nggak pernah
sebelumnya aku capek bersanggama. Kali ini seluruh urat-urat tubuhku serasa di
lolosi. Dengan telanjang bulat kami sama telentang di ranjang motel ini. Di
sinilah akhirnya terjadi untuk pertama kalinya aku serahkan nonokku beserta
seluruh tubuhku kepada lelaki bukan suamiku, Pak Parno. Dan aku heran .. pada
akhirnya.. tak ada rasa sesal sama sekali dari hatiku pada Mas Adit. Aku sangat
ikhlaskan apa yang telah aku serahkan pada Pak Parno tadi. Dan dalam kenyataan
aku mendapatkan imbalan kepuasan dari Pak Parno yang sangat hebat.
Di motel ini aku mengalami 3 kali orgasme. Dua kali
beruntun aku mengalami orgasme dalam satu kali persetubuhan dan yang pertama
sebelumnya, yang hanya dengan gumulan, ciuman dan jilatan Pak Parno di ketiakku
sembari tangannya ngobok-obok kemaluanku aku bisa mendapatkan orgasme yang
sangat memberikan kepuasan pada libidoku. Hal itu mungkin disebabkan karena
adanya sensasi-sensasi yang timbul dari sikap penyelewengan yang baru sekali
ini aku lakukan. Yaa.. pada akirnya aku toh berhak mendapatkannya .. tanpa
menunggu Mas Adit yang sangat egois.
Sesungguhnya aku ingin tinggal lebih lama lagi di
tempat birahi ini, namun Pak Parno mengingatkan bahwa waktu bernikmat-nikmat
yang pertama kali kami lakukan ini sudah cukup lama. Pak Parno khawatir
orang-orang rumah menunggu dan bertanya-tanya. Pak Parno mengajak selekasnya
kami meninggalkan tempat ini dan kembali menyelesaikan pekerjaan yang telah
kami sanggupi pada Mbak Surti dalam rangka membantu hajatannya.
Setelah kami mandi dan membersihkan tanda-tanda
yang kemungkinan mencurigakan, kami kembali ke jalanan. Ternyata kemacetan
jalan menuju ke Senen ini sangat parah di siang hari ini. Dengan adanya
pembangunan jembatan layang pada belokan jalan di Galur, antrean mobil macet
sudah terasa mulai dari pasar Cempaka Putih. Mobil Pak Parno serasa merangkak.
Untung AC mobilnya cukup dingin sehingga panasnya Jakarta tidak perlu kami
rasakan.
Sepanjang kemacetan ini pikiranku selalu kembali
pada peristiwa yang barusan aku alami bersama Pak Parno tadi. Lelaki tua ini
memang hebat. Dia sangat kalem dan tangguh. Dia sangat sabar dan berpengalaman
menguasai perempuan. Dialah yang terbukti telah memberikan padaku kepuasan
seksual. Paduan kesabaran, tampilan ototnya yang kekar, postur tegap tubuhnya,
serta kontol gedenya yang indah membuat aku langsung takluk secara iklas
padanya.
Aku telah serahkan seluruh tubuhku padanya. Dan Pak
Parno tidak sekedar menerimanya untuk kepentingannya sendiri, tetapi dia sekaligus
membuktikan bahwa kenikmatan hubungan seksual yang sebenar-benarnya adalah
apabila pihak lelaki dan pihak perempuannya bisa mendapatkan kepuasannya secara
adil dan setara. Dan aku merasakannya .. tapi .. Benar adilkah ..?
Ah .. pertanyaan itu tiba-tiba mengganguku.
Tiba-tiba terlintas dalam pikiranku bahwa dari hubungan badan tadi, aku
berhasil merasakan orgasmeku hingga 3 kali. Sementara Pak Parno hanya
mengeluarkan spermanya sekali saja. Artinya dia meraih kepuasan dalam hubungan
seksual dengan aku tadi hanya sekali. Ahh ..adakah hal ini menjadi masalah
untuk hubunganku dengan Pak Parno selanjutnya ..? Kenapa dia banyak diam sejak
keluar dari motel tadi ..?
Aku menjadi gelisah, aku kasihan pada Pak Parno
apabila dia masih menyimpan dorongan birahinya. Apabila belum seluruh cairan
birahinya secara tuntas tertumpah. Bukankah hal demikian itu bagi lelaki akan
menimbulkan semacam kegelisahan ..? Apa yang harus aku lakukan ..??
‘Pak, tadi puas nggak Pak..?’, aku memberanikan
diri untuk bertanya.
‘Bukan main Dik Mar, aku sungguh sangat puas’,
begitu jawabnya.
Suatu jawaban yang sangat santun yang justru
semakin besar kekhawatiranku. Jawaban macam itu pasti akan keluar dari setiap
‘gentlemen’. Aku harus amati dari sudut yang lain. Kulihat dibawah kemudi
Kijangnya. Nampak celananya masih menggunung. Artinya kontolnya masih ngaceng.
Aku nekat. Kuraba saja tonjolan celananya itu.
‘Ininya koq masih ngaceng Pak? Masih pengin yaa??
Tadi masih mau lagi yaa??’, sambil tanganku terus memijiti gundukkan itu. Dan
terbukti semakin membesar dan mengeras.
Pak Parno diam saja. Aku tahu pasti dia menikmati
pijatanku ini. Aku teruskan. Tanganku meremasi, mengurut-urut.
‘Hheehh ..dik Marr .. enak sekali tangan Dik Marr
yaa..’.
Biarlah, biarlah aku akan selalu memberikan yang
aku bisa. Dengan berbagai style, tanganku terus meremasi dan mijit gundukkan
kontol itu. Tetapi lama kelamaan justru tanganku sendiri makin menikmati
kenikmatan memijit-mijit itu. Dan semakin lama justru aku yang nyata semakin
kelimpungan. Aku kenang kembali kontol gede ini yang 40 menit yang lalu masih
menyesaki kemaluanku. Yang tanpa meninggalkan celah sedikitpun memenuhi rongga
vaginaku. Dan ujungnya ini yang untuk pertama kalinya bisa mentok ke dinding
rahimku.. ah nikmatnya ..
‘Pakee.. Aku pengin lagii ..’, aku berbisik dengan
setengah merintih.
‘Kita cari waktu lagi Dik Mar .., gampang.., Dik
Mar khan bisa bilang pada Mas Adit, mau ke Carrefour atau ke Mangga Dua cari
barang apa.. gitu’.
‘Iyaa siihh.. Boleh dibuka ya Pak. Aku pengin lihat
lagi nih jagoan Pak ..’, sambil aku melempar senyum serta melirikkan mataku ke
Pak Parno melihat reaksinya.
‘Boleehh ..’, dia jawab tanpa melihat ke aku,
karena keramaian lalu lintas yang mengharuskan Pak Parno berkonsentrasi.
Tanganku sigap. Pertama-tama kukendorkan dulu ikat
pinggangnya. Kemudian kubuka kancing utamanya. Selanjutnya kuraih resluitingnya
hingga nampak celana dalamya yang kebiruan. Di belakang celana dalam itu
membayang alur daging sebesar pisang tanduk yang mengarah ke kanan. Oouu.. ini
kali yang namanya stir kanan.. Kalau stir kiri, mengarahnya kekiri tentunya.
Dengan tidak sabar kubetot kontol Pak Parno dari
sarangnya. Melalui pinggiran kanan celana dalamnya, kontol Pak Parno mencuat
keluar. Gede, panjang, kepalanya yang bulat berkilatan. Dan pada ujung kepala
itu ada secercah titik bening. Oooww ..baru sekarang aku berkesempatan
memperhatikan kontol ini dari jarak yang sangat dekat, bahkan dalam
genggamanku.
Rupanya precum Pak Parno telah terbit di ujung
kepalanya. Precum itu muncul dari lubang kencingnya. Uuuhh .. indahnyaa ..
bisakah aku nggak bisa menahan diri ..??
‘Pak Parno pengin khan..??’, kembali aku berbisik.
‘Heehh .. Dik Mar mau bantu Pak Parno nih ..??’,
jawaban yang disertai pertanyaan balik.
‘Gimana bantunya Pak.., berhenti duluu .. Cari
tempat lagii .. Hayoo..’, jawabanku enteng.
‘Nggak begitu Dik Mar, kita nggak mungkin berhenti
lagi. Ya ini khan macet nih jalanan.
Maksudku, apakah .. eehh .. Dik Mar marah
nggak kalau aku bilang ini ..??’.
‘Nggak pa pa Pak, saya rela koq, dan saya pengin
bantu bener-bener, Pak’.
‘Dik Mar pernah mengisep punya Mas Adit khan?’.
‘Ooo.. Kk.. kaalau ii.. ttuu terus terang aku belum
pernah Pak.., kalau lihat punya Mas Adit rasanya aku geli gituu.. jijikk gituu
..’.
‘Kalau lihat punya saya inii.?’, dia terus mendesak
dengan pertanyaan yang terus terang aku nggak bisa menjawab secara cepat.
Masalahnya aku dihadapkan pada sesuatu hal yang
bener-bener belum pernah aku lakukan, bahkan pun dalam khayalan seksualku.
Pasti yang Pak Parno inginkan adalah aku mau mengisep-isep kontolnya itu, yaa
khan? Tapi aku juga berpikir cepat .. Tadi sewaktu di motel, Pak Parno
membenamkan wajahnya ke selangkanganku tanpa risah-risih. Kemudian dijilatinya
vaginaku, kelentitku, lubang kemaluanku. Dia juga menelan cairan-cairan
birahiku.
Aku jadi ingat prinsip adil dan setara yang aku
sebutkan di atas tadi.
Mestinya aku yaa.. nggak usah ragu-ragu untuk
berlaku mengimbangi apa yang telah dilakukan Pak Parno padanya. Dia telah
menjilati, menyedoti kemaluanku. Dan aku sangat menikmati jilatan dahsyatnya.
Dan sekarang Pak Parno seakan menguji padaku. Bisakah aku bertindak adil dan
setara juga pada dia. Aku membayangkan kontol itu di mulutku ..
‘Dik Mar, sperma itu sehat lhoo, bersih, steril..
dan banyak vitaminnya. Itu dokter ahli lho yang ngomong. Cobalah, kontol Pak
Parno ini pasti sedap kalau Dik Mar mengulumnya.. ‘, aku sepertinya mendengar
sebuah permohonan.
Aku kasihan juga pada Pak Parno. Mungkin dia sudah
mengharapkan sejak awal jalan bersama dari rumah tadi. Mungkin bahkan dia sudah
mengharapkan jauh beberapa waktu yang lalu. Dan kini saat aku sudah berada
disampingnya harapan itu nggak terkabul.
Ah, aku jadi iba .. Kulihat kembali kontol indah
Pak Parno. Yaa.. benar-benar indah..apa artinya indah itu .. Kalau memang itu
indah ..sudah semestinya kalau aku menyukainya ..dan kalau aku menyukainya ..
mestinya aku nggak jijik ataupun geli .. Dan lihat precum itu.. Juga indah
khan, bening, murni, dan mungkin juga wangi ..dan asin .. Dan.. Banyak lho yang
sangat menyukainya .., menjilatinya, meminumnya ..
Tahu-tahu aku sudah merunduk, mendekatkan wajahku,
mendekatkan bibirku ke kontol Pak Parno yang indah itu. Dan tanpa banyak tanya
lagi aku telah mengambil keputusan .. Ah,.. ujung lidahku kini menyentuh,
menjilat dan merasakan lendir lembut dan bening milik Pak Parno. Yaahh ..
asinnya yang begitu lembutt..
‘Dik Maarr .. Uhh enakk bangett sihh ..’, kepalaku
dielus-elusnya. Dan dia sibakkan rambutku agar tidak menggangu keasyikanku. Dan
selanjutnya dengan penuh semangat aku mengkulum kontol Pak Parno di mobil yang
sempit itu.
Kemudian Pak Parno sedikit memundurkan tempat
duduknya.
‘Dik Marr .. Terus Dik Marr .. Kamu pinter banget
siihh .. uuhh Dik Marr..’, aku terus memompa dengan lembut.
Banyak kali aku mengeluarkan kepala itu dari
mulutku.. Aku menjilati tepi-tepinya .. Pada pangkal kepala ada alur semacam
cincin atau bingkai yang mengelilingi kepala itu. Dan sobekan lubang kencingnya
itu .. kujilati habis-habisan ..
‘Marr.. enak bangett .. akau mau keluar nihh Dik
Marr .. Aku mau keluar nihh ..’, aku tidak menghiraukan kata-katanya, mungkin
maksudnya peringatan untukku, jangan sampai air maninya tumpah di mulutku. Dia
masih khawatir bahwa mungkin aku belum bisa menerimanya.
Tetapi apa yang terjadi padaku kini sudah langsung
berbalik 180 derajat. Rasanya justru aku kini yang merindukannya. Dan aku
memang merindukannya. Aku pengin banget merasakan sperma seorang lelaki
langsung tumpah dari kontolnya langsung ke mulutku. Dan lelaki itu adalah Pak
Parno, yang bukan suamiku sendiri. Aku terus menjilati, menyedoti. Batangnya,
pangkalnya, pelernya, sejauh bisa bibir atau lidahku meraihnya, disebabkan
tempat yang sempit ini, semua bagian kontolnya itu aku rambah dengan mulutku.
Dan pengalaman pertama itu akhirnya hadir. Saat
mulutku mengkulum batangan gede panjang milik Pak Parno itu, aku rasakan
kembali ada kedutan besar dan kuat. Kedutan itu kemudian disusul dengan
kedutan-kedutan berikutnya. Kalau yang aku rasakan di motel tadi
kedutan-kedutan kontol Pak Parno dalam lubang vaginaku, sekarang hal itu aku
rasakan di rongga mulutku.
Kontol Pak Parno memuntahkan laharnya. Cairan, atau
tepatnya lendir yang hangat panas nyemprot langit-langit rongga mulutku. Sperma
Pak Parno tumpah memenuhi mulutku. Entah berapa kali kedutan tadi. Tetapi
sperma dalam mulutku ini nggak sempat aku telan seluruhnya karena saking
banyaknya.
Sperma Pak Parno berleleran di pipiku, daguku,
bahkan juga ke kening dan rambut panjangku. Kontol Pak Parno masih
berkedut-kedut saat kukeluarkan dari mulutku. Dan aku raih kembali untuk
kuurut-urut agar semua sperma yang tersisa bisa terkuras keluar. Mulutku
langsung menyedotinya. Sekali lagi, pengalaman pertama nyeleweng ini
benar-benar memberiku daftar panjang hal-hal baru yang sangat sensasional bagiku.
Dan aku makin merasa pasti, hal-hal itu nggak mungkin aku dapatkan dari Mas
Adit, suamiku tercinta.
Sesuai rencana, aku diturunkan di Pasar Senen oleh
Pak Parno. Sungguh aku keberatan untuk perpisahan ini. Kugenggam tangannya
erat-erat, untuk menunjukkan betapa besarnya arti Pak Parno bagiku. Aku
berjalan dengan gontai saat menuju toko kertas dekorasi itu.
Saat aku turun dari taksi sesampai di rumah, Mbak
Surti nampak cemberut. Aku biarkan. Pada temen yang lain aku bilang banyak
bahan yang aku cari stoknya habis sehingga aku menunggu cukup lama. Di ujung
jalan sana kulihat mobil Kijang Pak Parno. Mungkin sudah lama lebih dahulu
nyampai di kompleks. Orang-orang pemasang tenda dan pengatur sound system sudah
mulai melaksanakan tugasnya. 2 jam lagi acara akan dimulai.
Aku pamit pulang sebentar, untuk menengok rumah.
Mas Adit belum pulang. Aku mandi lagi sambil mengenang peristiwa indah yang
kualami sekitar 2,5 jam yang lalu. Saat sabunku menyentuh kemaluanku, masih
tersisa rasa pedih pada bibirnya. Mungkin jembut Pak Parno tersangkut saat
kontolnya keluar masuk menembus memekku. Dan itu biasanya menimbulkan luka
kecil yang terasa pedih pada bibir vaginaku saat terkena sabun seperti ini.
Baca juga :
No comments:
Post a Comment