Janda mungkin dianggap
sebagai wanita yang kurang baik, apalagi janda kembang, banyak di indonesia
janda masih di anggap sebagai wanita kurang baik, padahal tidak semua janda
demikian, berikut adalah cerita dewasa tentang cerita pengalaman seorang pemuda
yang bercinta dengan seorang janda. Berikut cerita lengkapnya.
Sebelumnya saya
perkenalkan diri terlebih dahulu, nama saya Alvi (samaran), usia saya saat ini
adalah 37 tahun. Kejadian ini adalah kisah nyata hidup saya yang terjadi 10
tahun yang lalu, jadi saat itu usia saya baru sekitar 27 tahun.
Sebelum saya ceritakan
pengalaman saya dengan Mbak Yati, perlu saya sampaikan juga bahwa (mungkin)
saya mengidap suatu kelainan (meskipun mungkin kadarnya masih sangat ringan),
yaitu saya lebih tertarik dengan wanita yang usianya sebaya dengan saya ataupun
lebih tua, meskipun saya tidak terlalu menolak dengan wanita yang usianya
dibawah saya. Hampir semua (tapi tidak 100 persen), pacar-pacar saya ataupun
teman-teman kencan saya biasanya memiliki usia sebaya ataupun lebih tua. Tetapi
istri saya saat ini memang lebih muda dari saya 5 tahun.
Saya menyenangi wanita
yang lebih tua, karena saya merasa kalau bermain cinta dengan mereka, saya
merasakan ada sensasi tersendiri. Terlebih kalau teman kencan saya seorang
janda, saya akan semakin menikmati permainan-permainannya dengan baik. Saya
mempunyai seorang tetangga, sekaligus kawan bermain, tetapi usianya 3 tahun
dibawah saya, sebut saja namanya Tarno (tentunya juga nama samaran). Saya
berkawan dan bersahabat dengan dia sudah sejak kecil. Hubungan saya dengan
Tarno sudah seperti kakak beradik. Kami saling bermain, saya ke rumahnya
ataupun dia yang ke rumahku. Makan dan terkadang tidur pun kami sering bersama.
Tarno ini anak tertua dari 4 bersaudara. Ayahnya meninggal dunia ketika dia
berumur 15 tahun.
Tarno ini mempunyai
ibu, namanya Yati. Meskipun Mbak Yati ini ibu dari teman dekat saya, tetapi
saya memanggilnya tetap dengan panggilan mbak, bukan tante (saya tidak tahu
kenapa memanggilnya mbak, mungkin saya ikut-ikutan ibu saya). Karena saya sudah
terbiasa bergaul dengan keluarga Mbak Yati, maka Mbak Yati menganggap saya
sudah seperti anaknya sendiri. Sehingga Mbak Yati tidak merasa malu untuk
bertingkah wajar di hadapanku, terutama sekali dia sudah terbiasa berpakaian
minim, meskipun saya ada di depannya.
Apabila selesai mandi,
dan keluar dari kamar mandi, Mbak Yati tanpa malu-malu jalan di hadapan saya
hanya dengan melilitkan handuk di tubuhnya. Sehingga dengan jelas sekali
terlihat kemolekan tubuhnya. Warna kulitnya yang kuning bersih, dengan bentuk
pantat yang bulat dan sintal, serta sepasang lengan yang indah dengan bebasnya
dapat dipandangi, meskipun saya pada saat itu masih SD ataupun SMP, tetapi
secara naluri, saya sudah ingin juga melihat kemolekan tubuh Mbak Yati.
Hubungan dengan Tarno
tetap baik, meskipun saya sudah pindah rumah (meskipun dalam satu kota) dan
meskipun saya sudah kuliah ke lain kota, hubungan saya dengan keluarga Mbak
Yati juga tetap tidak berubah. Kalau saya pulang ke rumah sebulan sekali, saya
selalu sempatkan main ke rumah Tarno.
Setelah kematian
suaminya, Mbak Yati selama kurang lebih 8 tahun tetap menjanda. Meskipun
sebenarnya banyak laki-laki yang tertarik padanya, karena Mbak Yati ini
orangnya cantik, seksi, kulitnya kuning, bicaranya ramah dan supel.
Penampilannya selalu nampak bersih (selalu bermake-up setiap saat). Tetapi
semuanya ditolak, karena alasan Mbak Yati pada saat itu katanya lebih
berkonsentrasi untuk dia dalam mengasuh anak-anaknya. Tetapi setelah 8 tahun
menjanda, akhirnya dia menikah dengan seorang duda tua yang meskipun kaya raya
tetapi sakit-sakitan (Mbak Yati mau menikah dengan dia karena alasan ekonomi).
Tetapi perkawinan ini hanya bertahan kurang lebih 2 tahun, karena suaminya yang
baru ini akhirnya juga meninggal.
Setelah saya Dewasa,
rasa tertarik saya dengan Mbak Yati semakin menggebu. Tubuh yang seksi, pantat
yang padat, dan betis yang kecil serta indah selalu menjadi sasaran mata saya.
Terkadang saya sering mencuri pandang dengan Mbak Yati, pada saat ngobrol
dengan Tarno dankebetulan Mbak Yati lewat. Apalagi kalau sedang ngobrol dengan
Tarno dan Mbak Yati ikut, wah rasanya jadi senang sekali. Bahkan sering saya
sengaja main ke rumah Tarno, dimana pada saat Tarno tidak ada di rumah,
sehingga saya dengan leluasa dapat ngobrol berdua dengan Mbak Yati.
Meskipun keinginan
untuk bercinta dengan Mbak Yati selalu menggebu, tetapi saya masih kesulitan
untuk mencari cara memulainya. Terkadang rasa ragu dan malu selalu menghantui,
takut kalau nanti Mbak Yati menolak untuk diajak bercinta. Tetapi kalau kemauan
sudah kuat, segala cara akan ditempuh demi tercapainya keinginan. Hal ini
terjadi secara kebetulan, ketika suatu sore MBak Yati minta tolong saya untuk
mengantarkan melihat komplek perumahan yang baru di pinggiran kota, karena dia
bermaksud membeli rumah kecil di komplek perumahan tersebut.
Kami berdua berangkat
dengan memakai mobil saya. Karena lokasinya masih baru dan masih dalam tahap
pembangunan, sehingga sesampainya di lokasi, suasananya terlihat sepi, tidak
ada seorang pun di tempat itu. Kami berdua berkeliling-keliling dengan berjalan
kaki melihat-lihat rumah-rumah yang baru dibangun. Saya ajak Mbak Yati masuk ke
salah satu rumah yang sedang dibangun, yang tentunya masih kosong, kami
melihat-lihat ke dalamnya.
Kami berjalan
berdampingan, dan setelah masuk ke salah satu rumah yang sedang dibangun.
Dengan tiba-tiba saya dekap pundaknya, saya rekatkan ke dada saya, perasaan
saya pada saat itu tidak menentu, antara senang, takut kalau-kalau dia marah
dan menampar saya, danperasaan birahi yang sudah sangat menggebu. Tetapi
syukur, ternyata dia hanya tersenyum memandang saya. Melihat tidak ada
penolakan yang berarti, saya mulai berani untuk mencium pipinya, lagi-lagi dia
hanya tersenyum malu sambil pura-pura menjauhkan diri dan sambil berkata,
“Ach.. Alvi ini ada-ada saja..”
Saya berkata, “Mbak
Yati marah yaa..?”
Dia hanya menjawab
dengan gelengan kepala dan sambil tersenyum terus menundukkan kepala.
Melihat bahasa tubuh
yang menunjukkan “lampu Hijau”, serangan saya semakin berani. Saya mengejarnya
dan mendekapnya, dan akhirnya saya berhasil mencium bibirnya yang tipis, mungil
dan berkilat oleh lipstick yang selalu menghiasi bibirnya. Sambil saya
bersandar di dinding, saya dekap dengan erat tubuh Mbak Yati.
Saya cium bibirnya,
“Uhhmm..” dia bergumam dan balas memeluk dengan erat.
Ternyata tanpa diduga,
Mbak Yati membalas ciuman saya dengan bergairah. Saya kembali balas ciumannya
yang sangat bergairah dengan permainan lidah saya. Lidah kami sudah
menari-nari. Kedua tangan saya sudah mencari sasaran-sasaran yang sensitif.
Bukit kembarnya yang mungil tapi masih padat dan terlihat seksi menjadi sasaran
kedua tangan saya.
Kedua bukit kembar ini
sudah lama kuidam-idamkan untuk menjamahnya. Kami berciuman agak lama. Nafas
Mbak Yati semakin memburu. Ciuman, saya alihkan dari bibirnya yang mungil turun
ke lehernya. Dia menengadahkan wajahnya sambil matanya terpejam. Menikmati
rangsangan kenikmatan yang sudah lama tidak dia rasakan.
“Uchmm.. mm..”
mulutnya selalu bergumam, tandanya dia menikmatinya.
Kedua tanganku saya
dekapkan ke pantatnya yang bulat dan seksi. Sehingga tubuhnya semakin marapat
ke tubuh saya. Dekapan kedua tangannya ke leher saya semakin diperkuat, seiring
dengan lenguhan bibirnya yang semakin panjang, “Uuucchmm.. mm.”
Batang kejantanan yang
tegang sejak berangkat dari rumahnya Mbak yati, kini ditekan dengan kencang
oleh tubuh Mbak Yati yang bergoyang-goyang. Rasa nikmat menjalar dari batang
kejantananku mengalir naik ke ubun-ubun. Ciumanku terus turun setelah beberapa
lama singgah di lehernya, turun menuruni celah bukit kembarnya. Kedua BH-nya
yang berwarna merah muda, serasi dengan kulitnya yang langsat, semakin menambah
indahnya susu Mbak Yati.
Karena tubuh Mbak Yati
agak kecil, saya agak sedikit berjongkok, agar mampu mencium kedua susunya yang
sudah mengeras. Kedua tangan saya pergunakan untuk menahan punggungnya yang
mulai melengkung atas sensasi ciuman saya ke susunya. Deru nafas Mbak Yati
semakin memburu.
Gesekan tubuhnya ke
batang keperkasaan saya semakin cepat frekuensinya, dan akhirnya, “Udach acch
Alvii.. jangan disini, nggak enak kalau nanti ketahuan..” sambil berusaha
melepaskan tubuhnya dari dekapan saya.
“Sebentar Mmmbbak..!”
jawab saya dengan mulut tidak bergeser dari susunya.
“Alvi, nanti kita
lannjuttkan saja di llain ttemmpat..” suranya terputus-putus karena tersengal
oleh nafasnya yang memburu.
“Oke dech Mbak Yati,
tapi Mbak Yati harus janji dulu, kapan dilanjutkannya dan dimana..?” tanyaku
sambil masih mendekap dengan erat tubuh Mbak Yati.
“Besok pagi saja di
rumahku jam sepuluh. Karena kalau pagi rumahku sepi.”
“Oke dech, besok pagi
jam sepuluh saya datang lagi.”
“Yuk kita pulang,
anter aku dulu ke rumah, anak nakaall..!” pinta Mbak Yati manja sambil mencubit
hidungku.
“Aku antar ke rumah,
tapi kasih dulu uang muka untuk besok pagi.” sambil mengarahkan ciuman saya ke
bibirnya sekali lagi sebagai uang muka untuk besok pagi.
Dia belum sempat
tersenyum karena bibirnya sudah kukulum dengan mesranya.
Hari mulai gelap dan
gerimis mengiringi kepulangan kami. Kami berjalan pulang ke rumah Mbak Yati,
tetapi suasana dalam perjalanan pulang sudah jauh berbeda dengan suasana ketika
kami berangkat tadi. Karena ketika kami berangkat tadi, perilaku kami sebagai
seorang tante dengan “keponakannya”, tapi sekarang sudah berubah menjadi
perjalanan seorang tante dengan “keenakannya”.
Selama perjalanan,
Mbak Yati menggoda saya, “Waduh.., ternyata selama ini saya salah, saya kirain
Alvi itu orangnya alim, tapi ternyata..”
“Ternyata enak
khan..?” goda saya sambil mencubit dagunya yang menggemaskan. Kami berdua
tertawa berderai.
“Kalau tahu gitu,
mending dari dulu yaa..?” kata Mbak Yati menggoda.
“Iya kalau dari dulu,
memek Mbak Yati mungkin tidak karatan ya..?” balasku menggoda.
“Emangnya besi tua..!”
jawab Mbak Yati bersungut.
“Bukan besi tua, tapi
besi pusaka.” jawab saya.
Selama perjalanan,
tangan Mbak Yati tidak henti-hentinya selalu meremas tangan saya yang sebelah
kiri (sebelah kanan untuk pegang setir). Tangan saya baru dilepaskan ketika
saya pergunakan untuk pindah gigi saja. Selebihnya selalu dipegang dan
diremas-remas oleh Mbak Yati.
“Mbak.., jangan
tanganku aja donk yang diremas-remas..!” pinta saya dengan manja.
“Lha yang mana lagi
yang minta diremas..?”
“Ya yang nggak ada
tulangnya donk yang diremas.”
“Dasar anak nakal.”
Mbak Yati tersenyum, tapi tangannya beralih untuk meremas rudal yang masih
tegang belum tersalurkan.
Ternyata Mbak Yati
tidak hanya meremas rudal saya saja, melainkan juga menciuminya.
“Mbak.., bebas aja lho
Mbak, jangan sungkan-sungkan, anggap aja milik sendiri.” goda saya sambil tersenyum.
“Terus minta diapakan
lagi..?” pancing Mbak Yati.
“Yaa.., kalau mau
dikulum juga boleh.” jawab saya.
“Emangnya nggak
kelihatan orang..?” tanyanya ragu.
“Khan udah malem,
lagian hujan, pasti nggak kelihatan.”
Tanpa menunggu
jawaban, tangan Mbak Yati sudah mulai membuka resluiting celana dan
mengeluarkan rudal saya. Saya geser kursi saya agak ke belakang, agar Mbak Yati
dapat leluasa mempermainkan rudal indah milik saya. Dirabanya rudal itu dan
diciuminya, akhirnya bibirnya yang mungil mengulum dan menjilatinya. Terasa
mendapat aliran listrik yang menggetarkan ketika lidah Mbak Yati menjilati
kepala rudal saya. Dan terasa hangat dan basah ketika mulutnya mengulum batang
kejantanan saya yang semakin menegang. Dua perasaan yang penuh sensasi
berganti-ganti saya rasakan. Antara getaran karena jilatan lidah dan hangatnya
kuluman saling berganti. Kedua kaki terasa tegang, dan pantat saya tidak terasa
terangkat karena sensasi yang ditimbulkan oleh kuluman bibir Mbak Yati yang
ternyata sangat ahli.
Untuk menghindari
konsentrasi yang terpecah, terpaksa saya meminggirkan mobil ke jalur lambat,
dan memberhentikan mobil. Keadaan sangat mendukung, karena pada saat itu tepat
dengan turunnya hujan, dan lalu lintas kendaraan agak sepi, sehingga kami
berdua tidak merasa terganggu untuk melanjutkan permainan di dalam mobil.
Mbak Yati mengulum
kemaluan saya dengan semangat. Kepalanya terlihat turun naik-turun naik yang
terkadang cepat, terkadang lambat. Mulutnya terus bergumam, sebagai tanda bahwa
dia juga menikmatinya. Kedua tangan saya memegang kepala Mbak Yati naik-turun
mengikuti gerakannya. Kaki semakin kejang dengan pantat saya yang naik turun
akibat rasa sensasi yang luar biasa. Untuk mengimbangi permainannya, pantat
Mbak Yati yang terlihat nungging, saya remas dengan tangan kiri, sementara
tangan kanan masih membelai susu Mbak Yati, saya remas dengan pelan kedua
susunya bergantian dengan tangan kanan.
Resluiting rok
bawahnya yang ada di pantat, mulai saya buka, terlihat CD-nya yang berwarna
merah muda. Saya masukkan tangan kiri ke dalam CD-nya dan meremas dengan gemas
pantatnya yang padat berisi. Tangan saya bergerak turun menelusuri celah
pantatnya, dan sekarang menuju liang kemaluannya. Kemaluannya saya sentuh dari
belakang, dan terasa sudah sangat basah dan merekah. Saya belai-belai bibir
luar kewanitaannya dan akhirnya saya belai-belai klitnya. Merasa klitnya
tersentuh oleh jari saya, pantat Mbak Yati semakin dinaikkan, dan terasa
tegang, kuluman ke batang kejantanan saya semakin kencang. Tangan kanan saya
masih meremas-remas susunya yang semakin tegak. Melihat perpaduan antara
belaian klitoris, remasan susu dan kuluman rudal, suara kami jadi semakin
maracau.
Pantat kami semakin
naik turun. Erangan kenikmatan dan sensasi aliran listrik menjalar ke sekujur
tubuh kami. Tiba-tiba Mbak Yati melepaskan kulumannya. Dia kembali ke posisi
duduk dan telentang sambil matanya tetap terpejam oleh kenikmatan yang sudah
bertahun-tahun tidak dirasakan. Saya tahu maksudnya, bahwa dia minta gantian
agar kewanitaannya dijilati.
Saya singkapkan
roknya, dan Mbak Yati dengan tergesa-gesa melepaskan sendiri CD-nya, seakan
tidak sabar dan tidak ingin ada waktu luang yang terputus. Kedua kakinya sudah
ditelentangkan, kemaluannya yang mungil dengan bulu-bulu halus dan terawat
sudah kelihatan merekah. Saya dekatkan mulut saya ke liang senggamanya, tetapi
saya baru akan menjilati kedua selangkangannya terlebih dahulu. Dia
meremas-remas rambut saya. Kedua kakinya mengejang-ngejang dan bergerak-gerak
tidak terkontrol. Pantatnya digerak-gerakkan naik turun. Ini artinya Mbak Yati
sudah sangat penasaran dan sangat gemas agar kemaluannya ingin dijilati. Dia
kelihatan penasaran sekali. Saya jilati bibir kemaluannya.
Harumnya yang khas
kemaluan wanita semakin merangsang saya. Remasan-remasan di kepala saya semakin
kuat. Akhirnya saya buka bibir kemaluannya, saya jilati klitorisnya. Ketika
lidah saya menyentuh klitorisnya, nafas lega dan erangan kenikmatan keluar dari
mulutnya.
“Uuuhh.. uhh..
uughh..!” terus menerus keluar dari mulutnya.
Kepalanya selalu
bergoyang-goyang ke kanan dan ke kiri. Remasan remasan tangan kirinya sekarang
beralih ke punggung saya, sedangkan tangan kanannya berusaha mencari batang
keperkasaan saya dan akhirnya meremas-remas dan mengocoknya. Tangan yang lembut
dengan kocokan dan remasan yang halus, memijat-mijat batang kejantanan saya,
memberikan sensasi tersendiri pada rudal kebanggaan milik saya.
Lidah saya
berputar-putar di klitorisnya, usapan-usapan lidah di dinding vagina, terkadang
saya selingi dengan isapan dan gigitan halus di klitorisnya, membuat dia
semakin marancu, “Uuugghh.. geellii banggeett..! Uuuff.., ggellii bannget..!
Uuff ggllii..”
Dan secara tiba-tiba
kedua tangannya mencakar punggung saya, kedua kakinya menegang, dadanya
membusung naik diikuti dengan getaran tubuh yang hebat sambil mengerang,
“Uuugghhff Aaallvii.., uuff aku mmauu kkeelluua.. aarr..”
Nafasnya tersengal dan
memburu, tandanya dia sudah sampai di puncak kenikmatan seorang wanita.
“Aaallvii.., kamu
belum yaa..? Sini kukulum biar cepet nyampai.” suara Mbak Yati sambil nafasnya
masih memburu.
Dia membungkuk di
pangkuan saya, saya telentang di jok. Dia kembali mengulum batang kejantanan
saya. Bibir yang manis dan mungil kembali mengocok-ngocok rudal saya. Lidahnya
dengan lembut menyapu kepala kemaluan saya. Sensasi yang tadi sempat terputus,
kembali dapat saya rasakan. Kaki saya menegang, pantatku terangkat, tangan saya
meremas-remas kedua pipinya. Aliran listrik menjalar dari kepala kejantanan
saya, naik ke ubun-ubun dan sekujur tubuh. Aliran tersebut kembali lagi
bersama-sama mengarah ke ujung rudal saya, ke kepala kemaluan saya, dan
akhirnya keluar bersama-sama dengan cairan putih dan kental ke mulut Mbak Yati,
ke bibir Mbak Yati, ke hidungnya dan ke pipinya, banyak sekali. Seakan-akan
habis sudah cairan yang ada di tubuh ini, lemas kedua tubuh kami. Untuk sejenak
kami berdua berdiam diri, untuk menikmati sensasi kami, untuk mengatur nafas
kami dan untuk menenangkan emosi kami.
Baca juga :
Very good idea you've shared here, from here I can be a very valuable
ReplyDeletenew experience. all things that are here will I make the source of
reference, thank you friends...
obat vimax canada
obat hammer thor's
obat pembesar klg
obat pembesar penis
vimax canada
pembesar penis
obat pembesar
agen vimax
apotik vimax
obat penis bikin besar
pembesar klg
distributor vimax
Cara mempembesar dan perpanjang alat vital pria